Jumat, 21 Januari 2022

kisah Haru dari Pemuda Penjual Balon karet

Barabai, Ada kisah Haru dari Pemuda Penjual Balon karet dan beberapa barang lainnya ini dimana dia berjualan untuk bertahan hidup, Jum'at (21/01/2022)



di hari-hari biasa saja, profesi pedagang sudah susah, apalagi ketika berdagang di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Daya beli masyarakat merosot tajam.bayangkan, setiap hari, di jualan sambil Mengayuh Sepedanya dari pasar  ke pasar baik pagi maupun pasar di sore hari hingga pulang malam, padahal, barang dagangannya yang tak seberapa itu  tak selalu laku terjual.


Meski telah berusaha mencari rezeki dengan berdagang dari pasar ke pasar, pasar pagi hingga pasar sore iya datangi ternyata uang yang didapat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, bahkan Ia Malam Kamis kemarin baru dapat uang 15.000 Rupiah dari hasil sedari pagi hingga malam itu ia bercerita kepada Edwan Ansari yang juga berprofesi sebagai pedagang hal itu ia ceritakan saat di Pasar sore Desa Matang Landung, Pedagang ini mengaku seharian ini baru mendapatkan uang 15.000 rupiah


" Tiap hari saya  jualan dari pagi sampai malam, Saya jualan gini demi menafkahi diri untuk bertahan hidup"  ceritanya kepada Edwan


Edwan Mengatakan telah lama melihat sosok Haderiani, dimana ia melihat sosok Haderiani adalah salah satu contoh dimana anak muda yang tidak kenal gengsi dan penuh semangat terus berusaha mengelar dagangannya meskipun kadang jualannya tidak ada laku sekalipun


Ia rajin berjualan, tiap ada pasar ia selalu menggelar dagangannya, ia kayuh sepedanya dari Rumahnya di  Desa Setiap RT 06 Kecamatan Pandawan untuk menjemput rezeki


dan kebanyakan pedagang yang berdagang di pasar daerah kecamatan  Pandawan  banyak yg kenal dengan Ia, tiap kali ia Jualan kebanyakan sesama pedagang berusaha membeli dagangannya, hitung hitung bantu teman lah kata para pedagang


semoga Jualannya laku dan terus semangat untuk Haderiani salah satu pejuang nafkah yang jika anda-anda sekalian bertemu dengannya belilah dagangannya" Tutupnya












Penulis : Rahimah

COPYRIGHT © Semut Pemburu Berkah 


























_______________________________________

mau tau tentang Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami


Kamis, 20 Januari 2022

Biografi Sejarah Ringkas Abah Guru Danau KH Asmuni bin H Masuni

Guru Danau merupakan panggilan akrab atau nama populer bagi Tuan Guru Asmuni. Nama “Danau” yang dilekatkan pada dirinya sebenarnya merupakan nama singkat dari tempat kelahiran dan tempat tinggalnya, Danau Panggang. Danau Panggang merupakan salah satu Kecamatan di daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak sekitar 24 km dari kota Amuntai. 

Saat ini (2011), Guru Danau berusia 56 tahun. Ini berarti dia lahir pada tahun 1955 di Danau Panggang. Ayahnya bernama Haji Masuni dan ibunya bernama Hajjah Masjubah. Dia merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara. Ayahnya berasal dari daerah Danau Panggang sedang ibunya beretnis Dayak Bakumpai berasal dari daerah Marabahan yang pindah ke Danau Panggang. Dari garis ibunya Guru Danau menjadi bagian dari zuriat Syekh Muhammad Arsyad alBanjari. Sewaktu kecil, Guru Danau bernama Zarkasyi. Oleh seorang habib yang bernama Habib Salim Mangkatip nama itu diubah menjadi Asmuni. Menurut Guru Danau, Asmuni itu berarti berharga. 

Guru Danau hidup di lingkungan keluarga yang sederhana dan taat beragama. Orang tuanya dahulu bekerja sebagai buruh kapal dengan pendapatan yang pas-pasan. Pendapatan yang pas-pasan itu tidak menghalangi semangat orangtuanya untuk membiayai pendidikannya di sejumlah pesantren baik yang berada di Kalimantan Selatan maupun di Pulau Jawa. Guru Danau termasuk beruntung, karena tidak banyak orang di daerahnya yang mampu dan memiliki kesempatan untuk berangkat ke Pulau Jawa untuk belajar meski dalam waktu singkat. 

Guru Danau menempuh pendidikan tingkat dasar di Madrasah Ibtidaiah Pesantren Mu‟alimin Danau Panggang (tamat tahun 1971) dan Madrasah Tsanawiyah Pesantren Mu‟alimin Danau Panggang (tamat tahun 1974). Setelah itu dia meneruskan studinya di tingkat atas (aliyah/ulya) di Pesantren Darussalam Martapura (tamat tahun 1977). Selama belajar di Martapura, selain belajar di Pesantren Darussalam, Guru Danau juga belajar dengan sejumlah ulama (tuan guru) yang bertebaran di Martapura. Salah satu ulama Martapura tempatnya belajar adalah Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Ijai (w. 2005), salah satu ulama karismatik yang disebut juga dengan nama Guru Sekumpul. 

Setelah tamat di pesantren Darussalam, Guru Danau sempat pulang ke kampung halamannya. Tidak lama kemudian, pada tahun 1978, atas anjuran Guru Ijai dia kembali belajar di Pesantren Datuk Kalampaian Bangil di Jawa Timur. Di sini dia belajar dengan ulama Karismatik keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yaitu Kyai Haji Muhammad Syarwani Abdan (w. 1989). Sebelum ke Bangil, Guru Danau terlebih dahulu ke Wonosobo menemui para habaib yang ada di sana dan mengambil tarikat Naqsyabandiyah dari salah seorang habaib bersama dengan Habib Lutfi Pekalongan. Setelah selesai belajar di Bangil, Guru Danau tidak segera pulang, dia terus memperdalam pengetahuan agamanya dengan mengunjungi dan belajar secara singkat kepada sejumlah ulama. Salah satu diantara ulama tempatnya belajar adalah Kyai Haji Abdul Hamid Pasuruan. Kegiatan belajar singkat dengan sejumlah ulama di Jawa ini dilakukan oleh Guru Danau untuk mendapat berkah ilmu dengan bertemu dan belajar kepada mereka. Hanya saja, studi Guru Danau di Pulau Jawa terutama di Bangil tidak berlangsung lama, hanya beberapa bulan. Dia kembali ke kampung halamannya untuk membuka pengajian. 

Pada tahun 1980 Guru Danau menikah dengan Hj. Jamilah yang berasal dari Bitin. Inilah satu-satunya istri Guru Danau. Dia tidak ingin melakukan poligami seperti yang dilakukan oleh beberapa ulama Banjar lainnya. Baginya, tidak ada alasan untuk dirinya beristri lebih dari satu. Apalagi dari perkawinannya itu, dia memperoleh tiga belas orang anak (enam putra dan tujuh putri). Dengan anak sebanyak ini, Guru Danau merasa tidak perlu menambah istri. 

Setelah berumah tangga dan memiliki anak, aktivitas dakwahnya tidak terganggu. Malah sebaliknya, aktivitasnya semakin meningkat. Dia semakin aktif mengisi pengajian dan mengajar di pesantren. Seiring dengan itu, namanya pun semakin dikenal dan jadwal ceramahnya juga semakin padat. Di sela-sela kesibukannya itu, Guru Danau tidak lupa untuk tetap belajar. Secara rutin dia tetap mengikuti pengajian Guru Ijai di Martapura baik ketika masih di Keraton maupun setelah pindah ke Sekumpul. Guru Danau terus mengikuti pengajian Guru Ijai sampai sang guru meninggal dunia pada tahun 2005. 

Ketika ingin membuka pengajian, Guru Danau terlebih dahulu meminta izin kepada Guru Ijai. Sang Guru mengizinkan dengan syarat tidak boleh bapintaan (meminta dana dari masyarakat), harus memakai halat (dinding) yang memisahkan laki-laki dan perempuan, dan harus ikhlas. Agar seorang guru dapat ikhlas mengajar, dia harus memiliki kemandirian ekonomi. Dengan kemandirian ini, seorang guru dapat berkonsentrasi mengajar dan berdakwah tanpa mengharap imbalan uang. 

Guru Danau membuka pengajian agama di Desa Bitin pada tahun 1978 (sebelum menikah) dan mengajar di Pesantren Salatiah. Pada tahun 1980, dia kembali membuka pengajian di kampung halamannya sendiri, Danau Panggang. Pada tahun-tahun awal, peserta pengajian Guru Danau di Bitin dan Danau Panggang tidak banyak. Bahkan, pada awal aktivitas dakwah dan pengajiannya itu, terdapat orang-orang tertentu yang tidak senang kepadanya. Dia difitnah sebagai penceramah yang keras dan suka mengomel. Fitnah ini bertujuan agar orang tidak mau belajar kepadanya dan tidak mau mendengar ceramahnya. Untuk menangkal fitnah ini, Guru Danau memanfaatkan radio orari yang ramai digunakan ketika itu untuk menampilkan citra dirinya. Setelah dua bulan masyarakat mendengar ceramahnya, mereka pun menemukan gaya ceramah Guru Danau yang sesungguhnya. Ternyata Guru Danau tidak sejelek yang mereka bayangkan. Bahkan sebaliknya, mereka justru tertarik mengikuti pengajian dan ceramahnya. Setelah fitnah itu terhenti dakwah melalui radio Orari ini dihentikan seiring dengan semakin bertambahnya jamaah yang menghadiri pengajiannya hingga lama-kelamaan mencapai ribuah orang. 

Pengajian di Bitin dilaksanakan pada Sabtu malam (malam Minggu) sedang di Danau Panggang dilaksanakan pada Senin Malam. Di Bitin, pusat pengajian bertempat di rumah Guru Danau di sekitar Pasar Bitin. Rumah ini terbuat dari kayu yang sederhana. Ruang dalam rumah yang dipakai untuk pengajian tidak luas. Tidak banyak jamaah yang bisa ditampung dalam rumah ini. Hanya mereka yang menjadi murid dekat sang guru atau tamu khusus saja yang dapat berada di sini. Karena tidak ada lapangan yang luas, ribuan jamaah pengajian menempati teras dan halaman rumah penduduk sekitar. Banyak dari mereka yang duduk berbaris di pinggir-pinggir jalan hingga mencapai beberapa kilometer. Hal serupa juga terjadi pada pengajian di Danau Panggang. Pusat pengajian bertempat di Mushalla Darul Aman, yang tepat berada di samping rumah Guru Danau. Mushalla Darul Aman merupakan mushalla kecil yang hanya mampu menampung puluhan jamaah. Ribuan jamaah yang jumlahnya lebih besar dari pengajian di Bitin harus menempati teras dan halaman rumah penduduk sekitar serta ruas jalan yang ada. Demikian juga demikian dengan mesjid yang ada disekitar tempat pengajian itu. 

Pada dekade 1990-an (1998), Guru Danau kembali membuka pengajian di Mabuun Tanjung (Kabupaten Tabalong). Pada awalnya, Mabuun merupakan sarang pelacuran dan perjudian. Guru Danau berusaha memberantas penyakit sosial ini dengan cara menghubungi pihak-pihak berwenang untuk menutupnya. Namun usaha ini tidak berhasil. Akhirnya, beliau membuka pengajian di tempat itu. Dengan adanya pengajian yang dihadiri oleh ribuan jamaah ini, praktik pelacuran dan perjudian itu berhenti dengan sendirinya. Pengajian di Mabuun ini kemudian menjadi pengajian Guru Danau yang terbesar karena dihadiri oleh puluhan ribu jamaah. Kuantitas jamaah yang hadir di tempat ini jauh lebih besar dibanding pengajian di Danau Panggang dan MUJIBURRAHMAN DKK Ulama Banjar Kharismatik 123 Bitin. Pengajian di Mabuun dilaksanakan pada malam Rabu setiap setengah bulan sekali. Jarak setengah bulan sekali (tidak seminggu sekali) dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada jamaah pengajian untuk mengumpulkan uang untuk keperluan transportasi mendatangi tempat pengajian. Jamaah yang bertempat tinggal di kawasan Amuntai, Paringin, atau yang berada di kawasan Kalimantan Tengah (seperti Murung Raya) memiliki persiapan yang lebih luas untuk menghadiri pengajian di Mabuun. Komplek pengajian Guru Danau di Mabuun lebih luas dan lebih baik kondisinya dibanding pengajian di Bitin dan Danau Pannggang karena memiliki area yang lebih luas yang memungkinkan menampung puluhan ribu jamaah. Dengan kuantitas jamaah yang mencapai puluhan ribu jamaah ini, Pengajian Guru Danau di Mabuun disebut-sebut sebagai pengajian terbesar di kawasan Banua Anam. 

Dengan jumlah jamaah pengajian yang begitu banyak, tidak aneh kalau murid Guru Danau tersebar di mana-mana di Banua Anam. Murid-murid Guru Danau terutama murid-murid awalnya sangat taat dan setia kepadanya. Bahkan, sebagiannya berkhadam (berkhidmat) kepadanya dengan setia. Jika Guru Danau bepergian ke suatu tempat untuk keperluan pengajian, ceramah, ziarah atau keperluan lainnya, murid-murid dekatnya selalu mengikutinya. Karena itu, tidak mengherankan jika konvoi iringan-iringan mobil rombongan Guru Danau mencapai puluhan bahkan seratus buah mobil. Jika rombongan ini melintas, segera menjadi perhatian masyarakat karena panjangnya iring-iringan itu. Bahkan, pernah Guru Danau mencarter dua pesawat untuk mengangkut dirinya dan rombongannya menuju Jakarta. 

Selama bepergian ke beberapa daerah terutama di wilayah Kalimantan Tengah, Guru Danau sering berganti-ganti mobil saat dalam perjalanan. Mobil ketika pergi dan ketika pulang berbeda. Menurut Guru Danau, hal ini dia lakukan untuk kepentingan keamanaan. Dia mengungkapkan, bagaimanapun ada saja orang-orang yang tidak senang dengannya. Misalnya, dia mengaku telah berhasil mengislamkan 1400 orang Kristen Dayak di wilayah dakwahnya. Ini tentu membuat pastur-pastur Kristen marah dan tidak senang kepadanya. Karena itu, kalau Guru Danau melakukan perjalanan ke wilayah Kalimantan Tengah atau melewati kampung-kampung Dayak dia selalu berhati-hati. Orangorang yang tidak senang kepadanya bisa saja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti mencelakai dengan menggunakan parang maya (santet khas Dayak). 

Materi pengajian yang disampaikan oleh Guru Danau di beberapa pengajiannya meliputi materi tauhid, fiqih, tasawuf, hadis, tafsir, kisah-kisah dan lainnya. Beberapa kitab yang pernah diajarkan oleh Guru Danau di pengajiannya, diantaranya adalah Irsyad al-‘Ibad (Zainuddin al-Malibari), Nasha`ih al-‘Ibad (Nawawi al-Bantani), Muraqi al-‘Ubudiyyah (Nawawi alBantani), Risalah al-Mu’awanah (Abdullah al-Haddad), Nasha`ih al-Diniyyah (Abdullah al-Haddad), Tuhfah al-Raghibin (Muhammad Arsyad al-Banjari), Syarah Sittin (Ahmad Ramli), Tanqih al-Qawl (Nawawi al-Bantani). Dilihat dari daftar kitab yang digunakan, Guru Danau lebih banyak menggunakan kitabkitab berbahasa Arab daripada kitab Arab-Melayu. Walaupun begitu, pengajiannya tetap mudah diikuti oleh jamaah karena isi kitab-kitab itu diterjemahkan dan diberi penjelasan yang „ringan‟ oleh Guru Danau. 

Cara penyampaian Guru Danau dalam pengajian maupun ceramahnya cukup unik. Guru Danau termasuk ulama yang sangat humoris. Dalam setiap ceramah atau pengajiannya dia selalu menyampaikan cerita-cerita lucu, jokejoke, pantun-pantun, dan singkatan yang diplesetkan yang memancing tawa. Bahkan, Guru Danau tidak segan bercanda dengan murid-muridnya yang berada pada baris depan. Gaya ceramah seperti ini sedikit banyaknya diwarisi Guru Danau dari gurunya, Guru Ijai. Guru Ijai juga sering menyisipkan humor dalam penyampaian pengajiannya termasuk bercanda dengan murid-murid pada lingkar terdepan pengajiannya. Bahkan, Guru Danau pernah mengatakan bahwa Guru Ijai itu lebih lucu (humoris) daripada dirinya. Baginya, humor itu penting disisipkan dalam ceramah pengajian agar orang awam dan orang tua dapat terus mengikuti pengajian tanpa merasa bosan dan berat. 

Dalam menyajikan isi kitab pengajian, Guru Danau hanya membaca beberapa baris saja. Tetapi penjelasannya cukup luas dan terkadang tidak selalu terfokus dan relevan dengan substansi kitab atau teks yang dibaca karena banyak disisipi oleh cerita, humor, ilustrasi, canda dan sebagainya. Teknik seperti ini tampaknya sangat disukai oleh jamaahnya. Selain mendapat tuntunan, mereka juga mendapat „hiburan‟ yang menyenangkan. Teknik ini merupakan salah satu daya tarik orang untuk menghadiri pengajian Guru Danau. 

Cara penyampaian Guru Danau juga didukung oleh bahasa yang dominan digunakannya, yaitu bahasa Banjar. Bahasa ini merupakan bahasa yang digunakan mayoritas jamaahnya. Penggunaan bahasa lokal ini kemudian dibumbui dengan contoh-contoh dan Ilustrasi-ilustrasi yang pas dengan kondisi lokalitas sosiobudaya dan keseharian masyarakat sekitar sehingga isi ceramahnya sangat merakyat. Dengan cara seperti ini materi yang disampaikannya mudah dipahami oleh jamaahnya yang berasal dari berbagai lapisan sosial. Daya tarik Guru Danau tidak hanya terletak pada kemampuannya dalam berdakwah tetapi juga adanya persepsi umum bahkan kepercayaan dari jamaahnya bahwa orang-orang yang mengikuti pengajian Guru Danau dapat menjadi kaya atau paling tidak membawa berkah berupa rezeki yang bertambah. Beberapa murid dekatnya menjadi bukti nyata. Contohnya adalah murid sekaligus sopir pribadinya yang telah memiliki kekayaan yang mencapai empat milyar rupiah. Murid-murid awalnya bahkan menyebutnya sebagai wali Allah. Beberapa kisah kekeramatan mengenai Guru Danau yang berasal dari murid-muridnya banyak yang mengarah pada meningkatnya rezeki orang-orang yang mengikuti pengajiannya. Mereka yang mengaji dengannya akan memiliki usaha yang berhasil dan mampu naik haji. Peningkatan kesejahteraan jamaah pengikut pengajiannnya seringkali dihubungkan dengan berkah Guru Danau. 

Persepsi ini ditambah dengan isi ceramah Guru Danau sendiri yang banyak mengarahkan dan memotivasi jamaah pengajiannya untuk giat bekerja dan hidup mandiri. Guru Danau menganjurkan jamaahnya untuk mengikuti para nabi. Tidak ada satu pun nabi yang tidak bekerja dalam hidupnya. Mereka bekerja dan hidup mandiri. Persepsi dan kepercayaan ini semakin terbangun dengan melihat pada figur Guru Danau sendiri sebagai ulama yang memiliki kekayaan dan penghasilan besar dari beberapa usaha bisnisnya. Dari beberapa bisnis Guru Danau yang terpenting adalah usaha emas dan sarang burung walet di daerah Tanjung. Usaha ini ternyata menghasilkan keuntungan besar. Dari usaha bisnis emasnya, Guru Danau berhasil memiliki emas mencapai 30 kilogram. Dari usaha sarang burung walet Guru Danau juga meraih keuntungan milyaran rupiah. Usaha burung walet ini dipelajarinya dari seorang habib di Jawa. Usaha lainnya adalah membeli tanah sebagai investasi. Tanah itu bisa dijual suatu saat. Dari beberapa usahanya ini, Guru Danau mengakui bisnis sarang burung walet lebih disukainya daripada bisnis emas karena lebih mudah dan menghasilkan untung yang banyak. 

Dengan pendapatan yang besar dari bisnisnya, wajar jika Guru Danau menjadi orang kaya. Dia memiliki 22 buah rumah dan memiliki beberapa mobil mewah (dua buah mobil jenis Alphard). Dengan jumlah rumah sebanyak itu, dia dapat menyediakan rumah masing-masing untuk ketiga belas anaknya. Dengan mobil Alphard yang dimilikinya, dia dapat bepergian ke mana-mana dengan nyaman. Walaupun memiliki ini semua, Guru Danau tetap berpenampilan sederhana dan bersahaja. Rezeki yang cukup berlimpah ini tidak digunakan untuk bermegah-megah. Tetapi digunakannya untuk kepentingan dakwah Islam. Menurutnya, mereka yang mengurusi akhirat tidak seharusnya kalah dengan mereka yang mengurusi masalah dunia. Ulama yang memiliki usaha dan kekayaan sendiri akan lebih ikhlas dalam berdakwah dan mengajar karena tidak memiliki kepentingan untuk mendapat bayaran dari jamaahnya. Dengan kemandirian dan kekayaan yang dimilikinya, Guru Danau dapat membiaya semua pembangunan komplek pengajian dan pesantren yang didirikannya tanpa bantuan pihak lain. Dia tidak mau meminta bantuan dana dari masyarakat (bapintaan) karena khawatir ada yang tidak ikhlas. Demikian juga dia tidak mau menerima dana yang berasal dari pemerintah dan partai politik. Menurutnya, jika satu kali saja mendapat bantuan pemerintah, ulama tidak bisa lagi untuk menasihati penguasa. Bahkan cenderung untuk dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan tertentu. Kemandirian inilah yang membuat dirinya tidak bisa diintervensi dan didikte oleh penguasa dan partai politik. Dia juga menolak dana atau bantuan dan hadiah yang tidak jelas sumber dan status kehalalalannya. Hadiah yang diberikan oleh para pejabat berupa mobil atau lainnya juga tidak diterimanya. Meskipun tidak mau menerima pemberian atau bantuan pemerintah dan menjaga jarak dengan partai politik, Guru Danau tetap dekat dengan sejumlah pejabat. Dia bersedia menghadiri undangan ceramah dari para bupati dan gubernur dengan syarat pejabat yang bersangkutan menghadirinya. Dia tidak segan-segan memuji pejabat yang menurutnya memiliki reputasi baik dan sebaliknya juga tidak segan-segan memberi nasihat kepada pejabat yang menurutnya melalaikan kepentingan rakyat. Dia sering menasihati pejabat agar membuat jalan raya yang bagus untuk rakyat daripada hanya membangun perkantoran. Jalan yang baik jelas dinikmati rakyat tetapi kantor yang mewah hanya dinikmati oleh para pejabat. 

Selain memiliki tiga pengajian besar, Guru Danau juga mendirikan dan membina beberapa pesantren. Pada tahun 1982, ia mendirikan pesantren Darul Aman di Kecamatan Babirik (Hulu Sungai Utara). Sampai saat ini pesantren ini tetap berjalan dan pada tahun 2011 ini jumlah santrinya mencapai 800 orang. Nama Darul Aman sendiri mengikuti nama Langgar Darul Aman di Keraton tempat Guru Ijai mengajar. Guru Danau juga menamai mushalla di samping MUJIBURRAHMAN DKK Ulama Banjar Kharismatik 127 rumahnya dengan nama Darul Aman, sama dengan nama langgar gurunya di Keraton Martapura. Pesantren lain yang dibinanya adalah Pesantren Raudatus Sibyan di Desa Longkong Kecamatan Danau Panggang dan Pesantren Ar Raudah I di Jaro Tabalong dan Ar Raudah II di Pangkalanbun. Jadwal dan mobilitas dakwahnya yang padat membuat Guru Danau tidak memiliki waktu yang cukup untuk aktif mengajar di pesantren. Area dakwahnya yang meliputi wilayah Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur tidak memungkinkannya untuk mengajar secara rutin di pesantren. Akhirnya, aktivitas mengajarnya di pesantren digantikan oleh guru-guru staf pengajar Pesantren Darul Aman. 

Aktivitas lain yang juga banyak menyita waktunya adalah menerima tamu dengan berbagai kepentingan. Setiap harinya rumah beliau banyak dikunjungi tamu dari berbagai daerah. Mereka yang bertamu ini berasal dari berbagai lapisan mulai dari pejabat, ulama, politisi, kalangan akademis, pengusaha hingga rakyat biasa. Mereka datang dengan berbagai kepentingan. Para pejabat yang datang paling tidak untuk silaturahmi, mohon doa, dukungan, atau memberi hadiah (walaupun ditolak). Politisi biasanya meminta dukungan dan ajakan kepadanya untuk masuk partai. Tawaran seperti ini selalu ditolak oleh Guru Danau. Dia tidak mau berpolitik dan tidak mau dimanfaatkan untuk kepentingan politik partai tertentu. Sementara kalangan masyarakat awam biasanya datang untuk berkonsultasi mengenai berbagai masalah baik masalah agama, masalah bisnis dan masalah keseharian lainnya. Ada juga sejumlah orang yang datang sambil membawa botol air mineral (aqua) dan disodorkan kepadanya untuk dibacakan doa tertentu. Ketika tim peneliti berkunjung ke rumahnya pada tanggal 27 November 2011 di Danau Panggang, sejumlah tamu yang berkunjung kepadanya justru berkonsultasi mengenai bagaimana cara mengelola sarang burung walet yang baik agar dapat membuahkan hasil yang maksimal. Konsultasi seperti ini tidak mengherankan karena dia merupakan pengusaha sarang burung walet yang sukses. 

Untuk kepentingan melayani tamu yang berkunjung kepadanya, Guru Danau menyediakan waktu-waktu tertentu. Pada hari Minggu waktu yang disediakan mulai pukul sebelas sebelum zuhur. Pada hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis, Guru dapat dikunjungi setelah salat zuhur hingga menjelang ashar. Itupun kalau Guru Danau tidak melakukan kunjungan dakwah atau mengisi ceramah di tempat lain. Para tamu yang datang harus menyesuaikan kedatangannya dengan waktu-wkatu yang telah disediakan itu karena dia jarang  ada di rumah. Prinsip hidupnya, tiada hari tanpa dakwah, membuatnya harus selalu berada di mana-mana di tengah-tengah jamaahnya. 



(Biografi singkat ini dikutif dari Jurnal Ilmiah Ilmu Ilmu Keislaman Al Banjari Vol. 11, No. 1, Juli 2012, halaman 119 - 128).


di Tulis ulang oleh Muhammad Edwan Ansari

Editor : Rahimah

COPYRIGHT © Semut Pemburu Berkah 

_______________________________________

mau tau organisasi sosial yang konsisten melayani Ummat, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami





BIOGRAFI UST. H. M. AIDIL FAKHRANI – Pengasuh ponpes Nurul Muhibbin Ilung

BIOGRAFI UST. H. M. AIDIL FAKHRANI – Pengasuh ponpes Nurul Muhibbin Ilung

Ust. H. Muhammad Aidil Fakhrani atau yang sering di sebut Guru Idil atau H. Fakhrani dilahirkan di ilung tengah pada senin tanggal 25 Nopember 1968 bertepatan dengan 5 Ramadhan 1388 dari pasangan alm. H. Kacil Idris dan almh. Hj. Kastan, pendidikan diniyah beliau di tempuh di madrasah ibtidaiyah Ilung Tengah pada tahun 1975 yang mana ayah beliau adalah salah satu pendiri madrasah tersebut , kemudian melanjutkan sekolah menengah di SMPN 1 Batang Alai Utara pada tahun 1981 dan dilanjutkan lagi kejenjang yang lebih tinggi yaitu MAN Mesjid Agung Barabai/MAN 1 Barabai pada tahun 1984, Ayah beliau H. Kacil adalah merupakan salah satu tokoh terkemuka di kalangan masyarakat, khususnya di desa ilung tengah, memiliki pendidikan yang keras terhadap anak-anaknya terlebih lagi dalam masalah agama dan perilaku hidup, sehingga meskipun beliau menempuh pendidikan umum, beliau tetap dalam didikan dan pengawasan yang ketat dari ayah beliau, agar anak-anaknya terhindar dari pergaulan yang merusak moral,

Setelah Ust. H. M. Aidil Fakhrani menyelesaikan pendidikan Aliyah pada tahun 1987, Allah memberikan jalan yang lebih baik bagi beliau yaitu ingin memperdalam ilmu agama islam di pondok pesantren Ibnul Amin Pamangkih, kabar inipun sangat menggembirakan bagi kedua orang tua beliau, terlebih lagi ayah beliau yang menginginkan semua anak-anaknya menempuh pendidikan agama lewat pesantren, bahkan semua saudara kandung beliau setelah menempuh pendidikan madrasah diniyah/ibtidaiyah langsung di kirim kependidikan pesantren. Sebelum Ust. H. M. Aidil Fakhrani masuk Ibnul Amin Pamangkih, terlebih dahulu beliau silaturrahmi kepada salah seorang ulama yang cukup masyhur di tengah masyarakat yaitu KH. Abdurrahman bin Ahmad mandintang atau di kenal dengan guru mandintang  yang mana beliau adalah salah satu murid Syekh Yasin Al Padani, silaturrahmi tersebut di maksudkan untuk meminta do’a restu dan nasehat untuk masuk ke Ibnul Amin Pamangkih,

Ust. H. M. Aidil Fakhrani masuk pondok pesantren Ibnul Amin Pamangkih pada tahun 1987, pendidikan pesantren bukanlah hal yang mudah bagi beliau, terutama kehidupan sehari-hari yang bebeda dari sebelumnya, bahkan selama satu tahun pertama beliau tidak pernah menghunjurkan kaki pada saat tidur malam dikarenakan tempat tidur yang bedempetan, namun berkat kesabaran yang kuat beliaupun di percaya menjadi ketua dapur dan  juga ketua konsol Hulu sungai tengah, pada masa tahun kedua, duka pun melanda, yaitu sang ayah H. Kacil yang sangat di cintai berpulang kerahmatullah, namun duka tersebut tidak membuat beliau berlarut dalam kesedihan, bahkan menjadikan himmah dan semangat yang kuat dalam menuntut ilmu. Kehidupan pesantren pun banyak memberikan pelajaran dan didikan terutama dari guru-guru beliau, diantaranya ialah 1.KH. Mukhtar 2. KH. M. Abrar 3.KH. M. Arsyad 4.KH. Supian Lc 5. A. Nurani 6. H. Majeni dan yang lainya terlebih lagi perilaku yang di ajarkan oleh pengasuh pondok pesantren ibnul amin tersebut yaitu KH. MAHFUDZ AMIN dari kesabaran, keikhlasan, keteguhan hati, keuletan dan keistiqamahan baik secara ibadah ataupun dalam mengelola pondok pesantren dan para santri, sampai pada akhirnya beliau menamatkan pendidikan di ibnul amin pamangkih pada tahun 1992 Dengan hati yang berat beliaupun keluar dari ini pondok pesantren yang sudah banyak memberikan pendidikan dan ilmu agama

Berselang beberapa bulan setelah keluar dari ibnul amin pamangkih beliaupun pergi ke martapura pada 1992 untuk lebih memperdalam ilmu agama, namun sebelum beliau menuntut ilmu di martapura baik itu di pondok pesantren ataupun di luar pesantren  terlebih dahulu beliau di ajak sepupu beliau H. Husni untuk bersilaturrahmi dengan ulama karismatik KH. M ZAINI GHANI atau yang di kenal dengan Abah Guru Sekumpul dengan maksud mohon do’a restu dan nasehat serta meminta izin untuk mengambil ilmu dengan guru-guru yang ada di martapura,

Ust. H. M. Aidil Fakhrani memulai pendidikan di pondok pesantren darussalam martapura pada 1993 sampai dengan 1996 dan diteruskan dengan guru-guru di luar darussalam. Banyak berbagai macam ilmu dan didikan yang beliau dapatkan dari guru-guru beliau di antaranya 1. KH. SYUKUR  2. KH. Muaz 3. KH. SYUKRI UNUS 4. KH. JARKASI NASERI 5. KH. M. BADARUDDIN 6. KH. KHATIM SALMAN LC 7. KM. MUNAWWAR Terlebih-lebih lagi abah guru sekumpul yang sangat beliau teladani,

Hingga pada sekitar tahun 1998 beliau pulang dan menetap di ilung tengah, namun masih menghadiri pengajian abah guru sekumpul dengan pulang pergi ilung-martapura. Setelah waktu berlalu ust. H. M. Aidil Fakhrani pun menikah dengan Hj. Siti Ruhani-Kandangan Pada tahun 1999 Di usia beliau 31 tahun, dari pernikahan ini di karuniai dua orang putera dan dua orang puteri.  Kemudian pada tahun 2001, Allah berikan beliau rezki yang lebih dengan mendirikan pondok pesantren dan panti asuhan darul muttaqin ilung yang kini sudah menjadi nurul muhibbin ilung, yang sebelum mendirikan nya beliau meminta izin terlebih dahulu kepada pengasuh ke 2 pondok pesantren ibnul amin pamangkih KH. MUKHTAR HS dan juga meminta izin kepada Abah Guru Sekumpul melalui sepupu beliau H. Husni dan abah guru sekumpul pun memberikan sumbangan sebanyak lima juta rupiah pada masa itu yang digunakan untuk pembagunan sebuah musholla yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, hingga biografi ini di muat, ust. H. M. Aidil Fakhrani masih memimpin pondok pesantren nurul muhibbin ilung

Semoga Allah panjangkan umur beliau dalam ta’at kepada Allah Swt dan membimbing umat nabi Muhammad Saw dan disehatkan badan serta di luaskan rezkinya ,aamiin



Sumber : https://nurulmuhibbinilung.wordpress.com/2020/05/03/biografi-ust-h-m-aidil-fakhrani-nurul-muhibbin-ilung/amp/

Biografi Ustadzt Muhammad Aidil Fakhrani

ditulis kembali oleh Muhammad Edwan Ansari

COPYRIGHT © Semut Pemburu Berkah 

_______________________________________

mau tau organisasi sosial yang konsisten melayani Ummat, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami

Penulis : Muhammad Edwan Ansari

Editor : Rahimah

COPYRIGHT © Semut Pemburu Berkah 

_______________________________________

mau tau organisasi sosial yang konsisten melayani Ummat, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami

Sejarah Kampung Hidayat Indragiri Riau

 'Sejarah Kampung Hidayat'

Kampung Hidayat terletak di Desa Teluk Dalam, Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. 

Dari kota Tembilahan - Ibu kota Kab. Indragiri Hilir, anda dapat menempuh perjalanan ke Kampung Hidayat dengan menggunakan speed boat hanya dalam waktu 20-25 menit saja, yakni ke arah hilir muara sungai Indragiri. 

Kampung ini tergolong pedesaan yang masih asri dengan alamnya. Di kiri kanan jalan anda akan melihat barisan pohon kelapa rakyat yang berjejer rapi menghijau. 

Kampung Hidayat ini diambil dari nama Parit Hidayat yang merupakan salah satu parit utama yang membelah jejeran perkebunan kelapa dan rumah warganya. 

Asal usul nama 'Parit Hidayat' sendiri tak dapat dipisahkan dari peran tokoh agama yang bernama Syekh Abdurrahman Siddiq bin Syekh Muhammad Afif Al Banjary yang akrab dikenal dengan gelar Tuan Guru Sapat. 

Parit Hidayat adalah pemberian dan izin kelola oleh pihak kerajaan Indragiri kepada Tuan Guru Sapat. Pada waktu itu, saat Tuan Guru Sapat menyetujui permintaan sultan untuk menjadi mufti, beliau mengajukan beberapa syarat yakni diantaranya tidak bersedia digaji oleh kerajaan dan tidak bersedia menetap di kerajaan melainkan meminta izin memilih salah satu parit di dekat Sapat untuk dikelola menjadi perkebunan dan pusat pendidikan Islam. Dari sinilah cikal bakal pendirian pusat pendidikan yang amat ternama di zamannya hingga ke negeri dan kerajaan tetangga. 

Atas izin dari sultan beliau pun membuka suatu parit yang ditujukan untuk membuat perkebunan kelapa sebab beliau tak bersedia menetap di Rengat - Ibu kota Kerajaan Indragiri. Beliau berniat dari hasil bertanam dan memanen kelapa tersebut dapatlah digunakan untuk mencukupi segala hajat warga masyarakat yang ingin belajar, bertanya tentang agama atau pun hal-hal yg diperlukan selama menjadi mufti kerajaan. 

Di kisahkan, bahwa saat membuka perkebunan yang awalnya memang berupa hutan belantara yang lebat banyak dijumpai binatang buas dan binatang berbisa. 

Beberapa pengikut Tuan Guru yang sempat menyertai beliau membuka kebun tersebut mengakui akan keberanian, ilmu berkebun serta beberapa karomah Tuan Guru Sapat.

Setelah perkebunan jadi, parit hidayat pun mulai didatangi oleh para pendatang untuk menanyakan berbagai masalah agama, meminta fatwa dan menuntut ilmu secara langsung.

Tuan Guru kemudian mendirikan gubuk-gubuk kecil tempat menginapnya para tamu dan santrinya. Pada fase selanjutnya beliau pun mendirikan pusat pendidikan yang langsung beliau sendiri yang membina santri-santrinya. 

Salah satu prinsip Tuan Guru Sapat dalam membina santrinya ialah tidak memungut biaya pendidikan se-peserpun terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah. 

Adapun segala keperluan santri selama belajar diperoleh dari hasil berkebun. Dalam hal ini yakni Tuan Guru juga mengajarkan santrinya menata dan menjadi petani kebun kelapa. 

Dalam beberapa penuturan pelaku dan peneliti sejarah, santri yang belajar kepada beliau tak kurang 180 orang. Makan minum semua santrinya itu ditanggung untuk 3 kali makan dalam sehari. Jadi, membutuhkan antara 15-45 KG beras dalam setiap harinya. 

Cikal bakal parit yang telah ditanami kelapa dan suasana pendidikan keislaman inilah kemudian lahir suatu perkampungan yang kelak masyhur dengan nama 'Kampung Hidayat'. Yang mana diberi nama oleh beliau dengan harapan kelak dari sinilah wasilah datangnya 'Hidayah' kepada masyarakat luas. 

Kampung Hidayat semakin berkembang pesat lagi setelah didirikannya masjid yang menjadi salah satu situs sejarah terkait penamaan kampung Hidayat. Masjid ini diberi nama masjid Al Hidayah dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Di sisi lain, pasca itu ada pula masyarakat umum yang juga turut membuka perkebunan kelapa milik pribadinya dengan niatan ingin mendekat dan belajar kepada Tuan Guru Sapat.

Lahir dan berkembangnya Kampung Hidayat tak terlepas dari peran Tuan Guru Sapat sebagai Mufti Kerajaan Indragiri kala itu. Beliau menjabat menjadi mufti selama lebih kurang 27 tahun yakni selama dua periode pemerintahan kerajaan Indragiri, mulai dari Raja Uwok Raja Muda Indragiri ke-25 (1902-1912 M) dan Sultan Mahmud Syah Sultan ke-26 (1912-1963 M).

Dari fakta sejarah tersebut dapatlah pula disimpulkan bahwa Kampung Hidayat berdiri diawal masa Tuan Guru Sapat menjadi mufti yakni sekitar tahun 1908 M serta berkembang selama lebih kurang 27 tahun sampai masa pengunduran diri beliau sebagai mufti kerajaan. 

Adapun setelah itu, 'Kampung Hidayat' hanya berkembang beberapa tahun sampai kewafatan sang mufti di tahun 1939 M. 

Dari beberapa catatan sejarah, pasca kewafatan sang mufti murid-murid beliau hampir semua kembali ke kampung halamannya masing-masing. Namun, ada pula yang membuka tempat pendidikan Islam di beberapa lokasi yang tersebar dari Indragiri hingga ke Jambi dan sekitarnya. Ada pula yang melanjutkan pendidikan ke negeri lain bahkan hingga ada yang ke jazirah Arab. 

Adapun pihak keluarga dari Tuan Guru Sapat ada pula yang berpindah ke beberapa wilayah di Indragiri hingga ke Bangka, Kalimantan serta beberapa daerah terdekat seperti Sapat dan Tembilahan. Kampung Hidayat pun sempat menjadi kampung 'mati' selama bertahun-tahun. Perkebunan dan pendidikan keislamannya menjadi sepi dan tak terawat. 

Ditambah lagi mulai masuknya penjajahan Jepang di wilayah Kuala Indragiri dan sekitarnya. 

Di era berikutnya, Kampung Hidayat yang berbatasan dengan Desa Sungai Piyai sebagai desa akses persembunyian perjuangan gerilya telah menjadi kampung yang tidak aman ditinggali. Wal hasil, kampung ini mengalami masa kemundurannya hingga masa Agresi Belanda 1 dan 2. Banyak fakta sejarah menyebutkan betapa tokoh-tokoh ulama/pejuang besutan Tuan Guru saat beliau mengajar di Sapat - sebelum membuat pusat pendidikan di Hidayat, kemudian berperan aktif sebagai pejuang Sabilillah yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pasca proklamasi. 

Belum ada data yang jelas yang dapat dijadikan rujukan utama mengenai tahun dibuka dan direhabilitasinya kembali 'Kampung Hidayat' pasca kefakumannya. Namun, dugaan kuat ada dua sebab utama berdirinya kembali 'Hidayat fase kedua'. Pertama peran zuriat Tuan Guru Sapat yang ingin menjaga dan meneruskan sisa-sisa peninggalan Tuan Guru Sapat dan yang kedua ialah warga masyarakat yang menelusuri kebun-kebun peninggalan orang tuanya yang sempat dibangun bersama atau setelah Tuan Guru membuka lahan untuk perkebunan di waktu itu. 

Peran Tuan Guru Sapat membuka 'Kampung Hidayat' telah berhasil meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Indragiri dan sekitarnya di zaman itu. Hal ini sebab beliau telah mampu memadukan pendidikan keislaman, perekonomian rakyat serta konsep perkebunan yang baik dan tertata rapi.

Magnet dan situs terkuat sebagai sisa peradaban masa lalu yang tetap lestari hingga kini di Kampung Hidayat ada 4 hal utama, yakni : Kubah Makam Tuan Guru Sapat, Masjid Al Hidayah, Rumah Besar (Rumah Peninggalan Tuan Guru), Serta Sumur Bersejarah.  

Dari fase kedua sisa peradaban/new Hidayat inilah sinar 'Kampung Hidayat' menyebar ke berbagai wilayah penjuru negeri sebagai tempat kunjungan wisata religi, sejarah dan ziarah ulama. 

....

Dinukil dan ditulis ulang dari beberapa rujukan tulisan, buku dan cerita 








Penulis : Muhammad Edwan Ansari

Editor : Rahimah

COPYRIGHT © Relawan Semut Pemburu Berkah 2022

_______________________________________

mau tau organisasi sosial yang konsisten melayani Ummat, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami

Minggu, 16 Januari 2022

Pasca Insiden Crash Bang Edwan Ansari

Kasarangan, Minggu 16 Januari 2022







Pagi ini seperti biasanya Ulun berangkat menjemput rezeki untuk berdagang di acara resepsi perkawinan ataupun lainnya

dinginnya pagi tak menjadi alasan untuk bermalas-malasan


Jam 4.40 Ulun bangun, sambil menunggu azan Subuh setelah mandi sarapan dan rutinitas wajib lainnya biasanya jam enam atau kurang biasanya langsung berangkat


tetapi hari ini Hujan turun membasahi bumi murakata..

sembari menunggu hujan agak reda Ulun hanya chat via grup WhatsApp dimana para pedagang keliling bersilaturahmi

Canda tawa, silaturahmi antar sesama pedagang keliling yang berjuang untuk sebuah tanggung jawab untuk keluarga tercinta masing-masing

sebagian kawan-kawan sudah ada yg update telah berada di lokasi tempat yg akan mereka menggelar dagangannya


Ulun masih sibuk chat dengan beberapa pedagang via message pribadi


Akhirnya hujan mulai mereda, setelah menyiapkan segala sesuatunya ulun berangkat


bismillah tawakkaltu Allahu


dikarenakan hujan maka tujuan awal yg sebenarnya ingin ke daerah kecamatan pandawan Ulun putar haluan ke arah yg berbeda


Hampir jam tujuh jam di dinding berdetak, Ulun turun dari rumah untuk berangkat ke lokasi tujuan berdagang


setelah berkomunikasi dengan kawan-kawan sesama pedagang, akhirnya Ulun putuskan menghubungi Ahmad Hasan dan kami putuskan untuk berangkat bersama ke Tabat Samhurang

(itulah silaturahmi kami antar Pedagang walaupun kadang jualan sama tapi silaturahmi senantiasa terjaga, apa yg sering Ulun bilang...."ba usaha rakat mudah-mudahan kulihan Baberkat"


karena dagang itu bukan cuman soal mental tapi juga iman

Mental yang siap menjalani dengan segala dinamikanya, hujan, panas, kadang sepi, kadang ramai pembeli, bahkan kadang tak jarang Ulun ketemu teman-teman yang memandang kami pejuang receh ini dengan pandangan rendah atau bagaimana, tapi bagi Ulun pribadi itu tak jadi masalah toh apa yang ulun kerjakan halal dan Ulun merasa hasil uang receh yang di dapat jauh lebih baik dari milyaran uang hasil korupsi atau menipu rakyat, 


dan kami berangkat menuju Desa Tabat Samhurang, di dalam perjalanan ke Tabat Samhurang setelah melewati Pondok Pesantren Muhajirin, melewati kebun Rambutan pesantren 


dan ada Jalanan masih berair dan ada genangan air di beberapa titik berselang beberapa meter berikutnya insiden musibah itu terjadi


ada sedikit tanah di jalan, akhirnya licin jalan, ban Ulun depan oleng dan


Braakkkk ..... Sepeda motor Ulun oleng dan langsung roboh menghantam aspal. .

Gerobak oleng kiri dan Ulun yang sudah terjatuh di aspal tertindih Gerobak yang tiba-tiba roboh tepat menimpa Ulun


Kejadiannya begitu cepat, walaupun Ulun sadar ketika sepeda motor oleng kiri dan begitu tertimpa gerobak ulun pada posisi terjepit tidak bisa bergerak hanya bisa teriak


"San Aku Takapit"

"San Aku di Bawah"


Hanya itu yg bisa Ulun teriakan


Alhamdulillah ada 2 orang pengendara yg juga kebetulan lewat membantu Hasan mengangkat gerobak agar Ulun bisa keluar dari posisi tengkurap di bawah gerobak,


begitu Ulun keluar, Ulun lihat sepeda motor dan langsung Hasan copot penyambung gerobak dgn sepeda motor


Kami balik angkat gerobak ke posisi semula


Alhamdulillah.. Allah SWT masih sayang dan Ulun tidak ada luka yg berarti


hanya bagian lututnya celana Ulun sobek, .


Terimakasih kepada paman dua pengendara sepeda motor yang telah membantu Ulun


Terutama kepada Ahmad Hasan 


Semoga Allah memberikan balasan kebaikan untuk pian-pian barataan


Ulun akan ingat selalu

"Hutang Harta bisa dibayar, hutang Budi akan senantiasa kekal abadi"


dan kami lanjutkan perjalanan menjemput rezeki ke acara resepsi walaupun sebenarnya ada sedikit perih di ujung jempol kaki yg lecet tergores


Allah Yarham ...Fi Amanillah


itulah sedikit cerita Ulun hari ini, perjuangan mencari nafkah untuk menafkahi anak istri keluarga kecilku


seorang Ayah dengan dua orang putra,

(Muhammad Edwan Ansari)


Berikut dokumentasi yg sempat direkam hasan

Link YouTube

https://youtu.be/C7U_168kIxQ




Jumat, 07 Januari 2022

Biografi Singkat Guru Dodol atau Guru Janggut ( Tuan Guru Haji Abdul Qadir Noor )

 Biografi Singkat Guru Dodol atau Guru Janggut ( Tuan Guru Haji Abdul Qadir Noor )


Guru Dodol adalah gelar yang diberikan masyarakat Kandangan dan sekitarnya, bukan karena profesi beliau pembuat atau penjual dodol. Guru Dodol hanya representatif dari kota kandangan yang identik dengan makanan khas berupa Dodol. Gelar ini diberikan karena beliau adalah ulama Kandangan yang masyhur dimasanya, majelis pengajian beliau tidak hanya dihadiri masyarakat setempat tapi juga masyarakat sekitarnya bahkan ada yang dari luar kota Kandangan. Mereka datang semata-mata untuk belajar dan memperdalam ilmu-ilmu keagamaan pada beliau.

Sedangkan gelar Guru Janggut, karena beliau punya janggut sebagai ittiba pada Rasulullah Saw yang memelihara janggut, maka gelar Guru janggut itu melekat dalam diri beliau. Kemudian hari, panggilan Guru janggut menjadi identitas dan ciri khas keulamaan beliau dimasa itu. Sehingga ketika ada orang yang menyebut nama Guru janggut maka dapat dipastikan itu adalah beliau bukan ulama lain. Di masanya beliau adalah ulama Tuha dan dituakan, ia terkenal akan keluasan ilmu agamanya, ketulusan dan kasih sayangnya. Sehingga banyak yang datang untuk menimba ilmu pada beliau. Ini dapat dilihat dari murid-murid yang datang belajar padanya, mulai dari masyarakat biasa sampai yang derajatnya sudah ulama. Dimasa itu beliau jadi rujukan utama, tempat bertanya, urun rembuk masalah keagamaan mulai dari masyarakat biasa sampai alim ulama terkhusus yang ada dikota Kandangan.

Kelahiran dan Kehidupan keluarga

Nama lengkap beliau adalah Tuan Guru Haji Abdul Qadir Noor bin Buwasin ( selanjutnya kita sebut Guru Abdul Qadir Noor ) lahir pada tanggal 17 Nopember 1911 M bertepatan pada tanggal 26 zulqa’idah 1329 H di Desa Padang Kapuh atau Kapuh Padang sekarang Desa Kapuh Kecamatan Simpur, Kandangan kab. Hulu Sungai Selatan. Ayahnya bernama Buwasin dan ibunya bernama Radiyah. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara, empat saudaranya bernama Fatimah, Halimah, Bajuri dan Hawi.

Guru Abdul Qadir Noor hidup dilingkungan keluarga yang sederhana. Ayahnya hanya orang biasa, bekerja sebagai petani, bukan ulama atau punya garis keturunan ulama. Walaupun demikian keluarga ini sangat taat dalam beragama. Sehingga sejak kecil beliau sudah di didik secara agamis, cinta ilmu dan cinta alim ulama. Abdul Qadir Noor kecil selalu dibawa ayahnya mengikuti pengajian agama di sekitar tempat tinggalnya. Belajar membaca Al Qur’an dan tata cara shalat lima waktu, belajar akhlak pada guru agama yang ada di desanya. Karena itu, sejak kecil ia sudah menunjukkan sifat-sifat terpuji dan taat pada kedua orang tuanya.

Guru Abdul Qadir Noor memiliki dua isteri. Isteri pertamanya bernama Hj. Rubi’ah dari Kapuh satu kampung dengan beliau . Dari isteri pertama ini, ia mendapat tiga anak yaitu Jawahir, Mukhlish Khalishi dan Ilyas Khairy. Isteri keduanya bernama Rukayah berasal dari Perak Malaysia. Dari isteri keduanya ini ia mendapat seorang anak laki-laki yang bernama Imran.

Rihlah menuntut ilmu

Pada usia tujuh tahun, Abdul Qadir Noor kecil dimasukkan orang tuanya ke Sekolah Rakyat (SR) di kota Kandangan yang jauhnya sekitar 7,5 km dari rumahnya. Karena jarak sekolahnya cukup jauh, ayahnya membelikan sebuah sepeda untuk memudahkannya pergi ke sekolah. Uniknya ia tidak selalu menaiki sepedanya itu, malah sering ia tuntun sambil berjalan kaki sepanjang perjalanan. Rupanya hal ini sengaja ia lakukan agar di jalan memiliki waktu yang panjang untuk menghafal pelajaran baik pelajaran yang telah ia pelajari dari gurunya atau yang belum diajarkan gurunya.

Setelah menempuh studi selama enam tahun di Sekolah Rakyat, Abdul Qadir Noor meneruskan studinya di berbagai majelis taklim ( mangaji baduduk ). Ia rajin sekali belajar ilmu-ilmu agama di sejumlah pengajian yang diadakan oleh para ulama. Guru-guru tempat ia belajar di antaranya adalah Haji Abdullah Shiddik ( Tuan Qadhi ) Wasah hilir, Haji Athaillah ( kakek KH. Ahmad Riduan Baseri / Guru Kapuh ) di Kapuh dan Haji Mufti Sulaiman di
Kandangan.

Pada tahun 1927, ketika berusia enam belas tahun, Abdul Qadir Noor berangkat ke Perak Malaysia mengikuti pamannya untuk berdagang. Di sinilah ia bertemu dengan seseorang yang memberi kesan mendalam dalam dirinya untuk lebih giat belajar agama. Diceritakan pada waktu itu keduanya saling berkenalan untuk pertama kali, berbincang bincang, kemudian sholat zuhur berjamaah bersama-sama. Pada saat ingin memulai sholat berjamaah, keduanya saling mempersilahkan untuk menjadi imam, akhirnya orang yang baru dikenalnya itu mengalah dan mau menjadi imam. Ketika usai sholat beliau bersalaman dengan orang itu, ia mencium tangannya, orang itupun balik mencium tangan beliau. Tidak berapa lama jama’ah mulai berdatangan dan berkumpul mengelilingi mereka. Beliau bingung kenapa orang-orang itu berbuat demikian, lalu beliau berinisiatif menanyakan tentang orang yang baru dikenalnya itu pada jamaah yang lain . Barulah beliau tahu bahwa orang itu adalah seorang ulama besar di Perak. Beliau pun terkejut sekaligus kagum atas ketawadhuan ulama itu, ada rasa malu masuk kehatinya lalu beliau segera minta maaf atas berbuatan yang kurang adab tersebut. Dari sinilah muncul keinginan kuat dalam hatinya untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan agamanya agar beliau dapat menjadi orang yang berilmu, berakhlak karimah seperti orang yang baru dikenalnya itu. Untuk mewujudkan keinginannya itu beliau masuk ke salah satu Pesantren di Perak. Beliau menempuh studinya selama lima tahun di pesantren itu.

Pada tahun 1932, Abdul Qadir Noor kembali ke desa kelahirannya, Kapuh Padang sekarang Desa Kapuh. Walaupun telah menempuh studi selama lima tahun di Malaysia, tidak membuatnya merasa puas menuntut ilmu. Beliau kemudian meneruskan kembali studinya mengkaji ilmu-ilmu agama ke kota Amuntai tepatnya di Arabische school ( sekolah Arab ) cikal bakal Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah di bawah bimbingan Tuan Guru Haji Abdur Rasyid ( wafat 4 Pebruari 1934 ). Setelah tiga tahun menempuh studinya di sekolah itu, beliau kemudian kembali ke Kandangan dan meneruskan studinya di Madrasah Islam Pandai Kandangan yang juga di pimpin oleh Tuan Guru Haji Abdur Rasyid sebelum meninggal. Pada tahun 1938 beliau  berhasil menyelesaikan studinya di tempat ini pada usia 28 tahun.

Aktivitas sebagai Tuan Guru

Setahun kemudian tepatnya 1939, beliau mulai mengabdikan diri sebagai guru di Madrasah Islam Pandai Kandangan. Dari sinilah kemudian aktivitasnya sebagai tuan guru dimulai. Beliau mengajar tidak hanya di madrasah tersebut, tapi membuka juga pengajian di rumahnya sendiri. Ilmu-ilmu yang beliau ajarkan lintas disiplin mulai dari ilmu tauhid, tasawuf, fiqih, tafsir, hadis dan lainnya. Pengajian yang ia adakan di rumahnya semakin banyak didatangi orang sehingga rumahnya tidak sanggup lagi menampung masyarakat yang mengikuti pengajiannya. Sebagian jama’ah terpaksa mengikuti pengajian dari luar rumah. Melihat kondisi ini, Guru Abdul Qadir Noor akhirnya memindahkan pengajiannya ke mushola dekat rumahnya sendiri. Setelah pindah kemushola, pengajian rutin diadakan tiap malam sehabis sholat magrib yang diakhiri dengan sholat isya berjama’ah. Jama’ah yang hadir tambah banyak sehingga mushola tak sanggup lagi menampung orang, jama’ah meluber sampai kejalan dan rumah-rumah penduduk.

Majelis pengajian beliau dibagi dua, satu di mushola khusus untuk masyarakat umum siapa saja boleh hadir, laki-laki, perempuan sampai anak-anak kecil ikut juga. Dua, majelis yang ada di rumah beliau, ini khusus bagi alim ulama, diadakan satu minggu dua kali. Melihat antusias jama’ah yang terus bertambah, khususnya dari kalangan anak-anak, maka didirikanlah madrasah diniyah di seberang mushola Nurul Falah. Madrasah ini dinamai Madrasah islam Nurul Falah materi pelajarannya full ilmu-ilmu keislaman, sedangkan waktu belajarnya sekitar jam dua sore supulang anak-anak sekolah SD.

Selain memimpin sejumlah pengajian dan mengajar dimadrasah sendiri, beliau juga mengajar di sejumlah madrasah lain seperti Madrasah Islam Pandai Kandangan, Madrasah Takhashshush Diniyah, Madrasah Menengah Tinggi Desa Amawang Kiri Kandangan, Madrasah Islam Darul Falah wasah Hilir.

Murid-murid beliau

Sebagai tuan guru yang memimpin banyak tempat pengajian, memimpin sebuah pesantren dan mengajar di sejumlah madrasah, Abdul Qadir Noor memiliki banyak murid. Dari sekian banyak muridnya di antaranya ada yang menjadi ulama dan mengajar di daerahnya masing-masing. Di antara murid-murid beliau adalah Guru Muhammad Arifin Kapuh, Guru Haji Masri Zain ( pengarang kitab Asrarus Sholatil jama’ah ), Guru Haji Asy’ari, Guru harli Pahampangan, Guru ibrahim ( anak guru Ayan Rantau ), Haji Kusairy, Guru Haji Abad Padang haur wasah tengah, Haji Anang Syukeri, Haji Hasan Sunni, Haji Muhammad Ismail, Haji Hadar, Haji Sulaiman Husin, Guru Utun, Mansuri, Haji Muhammad Arsyad, dan masih banyak lagi.

Adapun murid beliau dari kalangan perempuan yang jadi pendidik adalah Jawahir ( anak perempuan beliau sendiri), Angah Badar, Angah Dumal. Mereka dikenal orang, tiga serangkai dari Kapuh. Selain mengajar di rumah, mereka bertiga sering diundang keluar daerah untuk berdakwah mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.

Membangun Pondok Pesantren

Setelah pengajian berjalan selama lebih kurang tiga puluh tahun, ada inisiatif dari masyarakat untuk mengembangkan Madrasah Diniyah Nurul Falah menjadi pondok pesantren. Lalu dibentuklah kepanitiaan inti yang diketuai oleh beliau sendiri dibantu oleh murid-muridnya seperti Guru Haji Muhammad Arifin, Guru Haji Masri Zain dan murid lainnya serta masyarakat sekitar. Untuk mencari dana diadakanlah saprah amal, membuka donasi bagi siapa yang ingin menyumbang, berjualan kalender yang disebar kepelosok kota Kandangan. Setelah dana terkumpul cukup banyak maka dimulailah pembangunan Pondok pesantren dekat mushola Nurul Falah. Pondok Pesantren ini diberi nama sama dengan nama mushola dan madrasah beliau yaitu Pondok Pesantren Nurul Falah.

Pondok Pesantren ini juga mendapat bantuan dari pemerintah setempat dan dari Gubernur Kalimantan Selatan. Pada tanggal 29 Januari 1977 Pondok Pesantren Nurul Falah diresmikan langsung oleh Gubernur Kalimantan Selatan yang saat itu dijabat oleh Soebarjdo. Tuan Guru Abdul Qadir Noor kemudian ditunjuk dan dikokohkan sebagai pimpinan pondok pesantren ini.

Aktivitas dipemerintahan dan Politik

Aktifitas beliau tidak hanya menjadi ulama yang memimpin majelis pengajian dan pengajar dibeberapa madrasah islam saja tapi merambah kebidang pemerintahan dan dunia politik. Pada tahun 1952, usia beliau kala itu baru 41 tahun, diangkat oleh pemerintah menjadi Kepal Kantor Penerangan Agama Islam Kabupaten Hulu Sungai Selatan ( sekarang Kementrian agama ). Di bidang politik, Tuan Guru Abdul Qadir Noor bergabung dengan Partai Masyumi dan sekitar tahun 1965 ia menjadi anggota DPRD Tingkat II Kabupaten Hulu Sungai Selatan mewakili partai Islam tersebut.

Akhlak dan keistimewaan beliau

Tuan Guru Abdul Qadir Noor adalah ulama karismatik, dihormati, disegani sekaligus disayangi oleh masyarakat sekitar. Beliau panutan semua orang, tutur kata lembut, penuh adab, sopan santun dan penyayang pada sesama bahkan pada binatang sekalipun. Pernah suatu hari, anak-anak berburu burung pakai ketapel dekat rumah beliau. Melihat itu beliau segera keluar rumah dan berkata pada anak-anak tersebut ; “jangan tuh lah, jangan sakiti burungnya kasian inya. Nah duit, jaka baulanjaan kawarung”, anak-anak tersebut gembira dapat uang dari beliau dan segera berlari menuju warung. Ada lagi cerita lain, biasanya beliau pergi mengajar pakai sepeda, ditengah jalan tiba-tiba beliau melihat kodok dimainkan ayam. Segera beliau turun dari sepeda untuk menyelamatkan kodok dan menjauhkan ayam sejauh-jauhnya, ini semua karena kasih sayang dihati beliau pada makhluk Tuhan walau pada binatang sekalipun.

Pernah satu hari dimusim kemarau, sumur punya beliau kering, di tempat beliau hanya ada satu sumur yang tidak kering yaitu sumur dekat madrasah beliau. Semua mandi disana termasuk beliau sendiri. Melihat itu anak-anak kecil ikut mandi juga. Lalu beliau berkata ; “coba sini lihat tapak batis kai putih banar”, kata beliau sambil menekan-nekan dengan ibu tangannya. Anak-anak senang, himung banar dirawa orang yang mereka sayangi. Begitulah beliau dengan anak-anak, beliau sayangi mereka, beliau pandiri, suka bagagayaan, tidak ada jarak sama sekali dan tidak ada rasa segan bermain dengan mereka.

Begitu juga ketika ada hajatan, aruhan atau salamatan yang beliau ada disitu. Saat tiba waktu makan, pertama yang beliau pikirkan dan dahulukan adalah masalah makan anak-anak. Apalagi kalau acara itu dirumah beliau, saat sampai waktu makan anak-anak kecil yang beliau cari lebih dulu, beliau datangi dan ambili untuk makan bersama-sama dengan jama’ah lain. Inilah kasih sayang beliau pada anak-anak, karena ittiba dengan Nabi, seperti inilah Rasulullah Saw memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang. Makanya anak-anak sangat senang dekat beliau. Dan hal yang paling mereka tunggu dalam setahun adalah malam salikur ( 21 Ramadhan ) karena di rumah beliau diadakan acara membaca muqaddam ( khatam Al Qur’an 30 juz ) sekaligus haulan Ayah beliau. Acara tersebut dimulai setelah selesai sholat tarawih berjama’ah dimushola Nurul Falah. Rumah beliau penuh sesak dihadiri jama’ah undangan, murid-murid dan seluruh masyarakat kampung, tidak ketinggalan anak-anak kecil ikut hadir juga. Acara tersebut ditutup dengan tahlil, do’a diakhiri dengan jamuan makan bersama. Bahkan ada sebagian yang sahur dirumah beliau.

Ketika ditanya masalah hukum fikih, beliau tidak langsung menjawab walau tahu jawabannya. Beliau buka dulu beberapa kitab fikih bila ketemu baru beliau sandarkan hukum kepengarang kitab, seolah-olah bukan pendapat dari beliau. Kalau masalah cukup rumit terkadang sampai beberapa hari baru ada keputusan hukum dari beliau. Inilah ketawadhuan dan kehati-hatian beliau dalam mengambil dan memutuskan sebuah hukum yang terjadi dimasyarakat.

Sewaktu jadi anggota DPRD, beliau tidak pernah mengambil gajih sebagai anggota dewan. Niat beliau semata-mata karena Allah, menolong agama Rasulullah, murni mengabdi pada masyarakat, bangsa dan negara bukan kepentingan ngolongan atau memperkaya diri sendiri.

Selain mengajar ilmu agama, beliau juga sering diminta tamu yang datang kerumah untuk dibuatkan cemeti ali. Proses pengerjaannya satu tahun sekali, setelah Ramadhan baru bisa diambil. Cemeti ini biasanya digunakan untuk perisai diri dari orang-orang yang ingin berbuat jahat, bisa juga digunakan untuk menolak gangguan dari jin dan makhluk halus. Istimewanya cemeti buatan beliau, bila angin kencang puting beliuang, pemilik cemeti tinggal keluar rumah saja lalu menggerak-gerakkan cemeti keatas dan dengan izin Allah angin tersebut berangsur-angsur berhenti. Tapi awas jangan sembarangan memelihara cemeti dari beliau karena bisa menimbulkan mudharat bagi pemiliknya. Pernah seseorang punya cemeti dari beliau, ingin memperbaikinya sendiri karena warnanya sudah kusam. Lalu dilicinkan dengan ampelas, esok harinya seluruh tubuh terserang panas tinggi. Panas itu baru hilang setelah meminum air tawar dari beliau. Ukuran cemeti beliau mulai dari yang pendek sampai yang panjang bahkan ada yang berbentuk tongkat komando, biasanya dihadiahkan untuk pejabat mileter atau kepolisian yang datang bertamu kerumah beliau.

Beliau juga pernah cerita ada Jin yang selalu datang kerumah dan ingin menjadikan beliau sahabatnya. Tapi beliau tolak, karena menurut beliau Jin yang datang ini kelihatannya baik tapi suatu saat bisa berbahaya bagi beliau dan orang lain karena ada sifat dusta dalam diri Jin tersebut.

Dulu para remaja, pemuda dan laki-laki dewasa ketika sampai waktu sholat tidak ada yang diluar rumah karena malu kalau dilihat beliau tidak ikut sholat berjama’ah di mushola. Begitu juga ketika berbuat yang sia-sia mereka malu kalau beliau tahu dan melihatnya. Pernah sebagian remaja main domino, mereka langsung berlari berhamburan melihat beliau lewat di depan mereka. Padahal beliau tidak melihat atau menoleh sedikitpun. Ini adalah haibah yang diberikan Allah pada diri beliau.

Amalan yang selalu beliau dawamkan atau rutinkan adalah membaca sholawat Al Qura’aniah ( Basyairul khairat) dari Sulthan Aulia syekh abdul Qadir Al Jilani. Dari sinilah beliau dapat futuh dari Allah dan mimpi bertemu Nabi Muhammad Saw. Mimpi yang sangat berkesan dalam hidup beliau, karena menurut riwayat dimimpi itu Rasulullah Saw menyapukan tangannya yang penuh berkah dan mulia kerambut beliau. Sehingga bekas dan harumnya tangan Rasulullah Saw tetap tercium sampai beliau bangun dari tidurnya. Karena rasa cinta dan takzimnya pada Rasulullah Saw rambut bekas sentuhan Rasulullah Saw tidak pernah beliau potong lagi. Demikianlah menurut sebagian riwayat, Wallahu a’lam.

Menulis buku

Di tengah berbagai kesibukan, Tuan Guru Haji Abdul Qadir Noor menyempatkan diri menulis beberapa buah risalah. Ada tiga buah karya tulis yang sempat beliau selesaikan;

(1). Ibtida al-tauhid fî ‘Aqa’id Ahl al-Tauhid (tauhid)
(2). Manasik Haji (fikih)
(3). Ilmu Fara`idh (fikih)

Tulisan pertama dalam bidang tauhid menyebar di wilayah Kalimantan Selatan dan menjadi salah satu kitab tauhid rujukan di kalangan masyarakat Banjar terutama Kota Kandangan. Sementara kedua kitab fikihnya tidak sempat menyebar luas karena tidak diterbitkan. Kedua karya fikihnya itu masih berbentuk naskah tulisan tangan dan belum sempat dikoreksi oleh beliau.

Penghujung jalan

Setelah beliau mengabdikan diri sebagai ulama kurang lebih 41 tahun lamanya. Takdir Allah tidak dapat ditolak, beliau jatuh sakit yang membawa pada kehidupan yang lebih abadi. Beliau dipanggil Sang Ilahi Rabbi kembali kehadhrah Allah Tuhan pemilik segala kehidupan. Beliau wafat di usia 69 tahun pada pukul 19.00 Sabtu Malam, tanggal 5 Jumadil Akhir 1400 H atau bertepatan dengan tanggal 20 April 1980 di kampung kelahirannya, Desa Kapuh padang. Seketika angin kesedihan berhembus keras menampar hati orang-orang yang mencintai beliau. Bumi basah dengan air mata, tangis berderai tak bisa ditahan. Mereka kehilangan orang yang dicintai untuk selamanya. Mendengar kewafatan beliau masyarakat datang berbondong-bondong dari segala penjuru sehingga mushola tempat beliau disholatkan tidak mampu lagi menampung karena banyaknya jama’ah yang datang. Selesai sholat mereka berjejal ingin membawa dan mengantarkan bersama-sama Tuan Guru yang mereka cintai, sehingga jasad beliau berjalan diantara ujung-ujung jari mereka sampai ketempat pembaringan terakhir. Beliau dimakamkan pada pukul 16.00 wita tepat di depan rumahnya. Sampai sekarang makam beliau masih sering diziarahi banyak orang.

[dari berbagai sumber]







_______________________

ditulis ulang, editor oleh : Muhammad Edwan Ansari, Spd.I



COPYRIGHT © Relawan Semut Pemburu Berkah Kalimantan Selatan 2022

_______________________________________

mau tau organisasi sosial yang konsisten melayani Ummat, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami


Selasa, 04 Januari 2022

kita bukan gajah mungkin, bukan singa, Hanya semut kecil mungkin tetapi

Ketika Raja Namrud memerintahkan pasukannya untuk membakar Nabi Ibrahim, seekor semut mendengar kabar itu. Semut itu kemudian berpikir bagaimana caranya menyelamatkan Nabi Ibrahim meski ia bertubuh kecil.



Karena punya tekad tak boleh berdiam diri, si semut pun membawa untuk membawa setetes air yang akan ia gunakan untuk menolong Nabi Ibrahim yang hendak dibakar Raja Namrud., kita bisa mengambil banyak hikmah dari kisah ini.


Semut itu tahu setetes air tidak akan mampu memadamkan api besar, tapi semut itu tahu kalau Allah selalu menilai hambanya yang melakukan kebaikan walau sangat kecil.


Semut itu ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk yang beriman di hadapan Allah dengan membantu kekasih Allah, Nabi Ibrahim.


Si semut ingin melakukan kebaikan sesuai kemampuannya. Tak peduli meski ada yang mencemoohnya, si semut melakukan kebaikan dengan niat tulus karena ingin dinilai Allah bukan oleh makhluk. Oleh sebab itu si semut tak mundur meski dicemooh oleh si cicak 


lihatlah pedoman hidup sang semut! Apakah dia terlihat gagah, atau tampak konyol dengan apa yang dia perbuat? Tidakkah kita malu dengan sang semut yang dengan tenaga kecilnya masih semangat untuk membela Allah dan Rasulnya, sedangkan kita hanya duduk bisu dan bahkan mencemoh para penuntut keadilan untuk agama Allah seperti yang dilakukan cicak


Lantas apa yang akan kita pertanggung jawabkan nanti di hari penghitungan. ketika muslim diluar sana berjuang mati-matian membantu agama sekecil apapun itu, jangan sampai kita diam saja, Paling tidak kita harus membantu semampu kita, bukan lantas diam saja dan yang terakhir janganlah menjadi penolong, sekelompok apalagi pendukung bagi orang-orang yang menghina dan melecehkan para Habaib dan ulama yang berjuang di jalan Allah!!


Selamat pagi! Saudaraku, para sahabat dan dangsanak barataan


Salam ukhuwah Islamiah sabanua Murakata


Penulis : Rahimah

COPYRIGHT © Semut Pemburu Berkah 

_______________________________________

mau tau organisasi sosial yang konsisten melayani Ummat, silakan klik

www.semut pemburu berkah.com

Buka juga organisasi relawan ini, dengan klik 

wwww.khadimul ummat.com

Atau Berita lainya di 

www.edwan ansari.com

ada juga akun YouTube Channel di

Abah Rafli Channel

Atau Aktivitas Sosial lewat Khadimul Ummat dan Semut Pemburu Berkah di

Relawan Khadimul Ummat Channel

Follow juga akun Instagram Edwan Ansari di @Semut_pemburu_berkah dan @edwan_ansari

terus Update Informasi-informasi kami

Senin, 03 Januari 2022

Bang Edwan dalam Mata Lensa




 Bang Edwan dalam Mata Lensa












_______________________

Sebuah Ikhtiar Sederhana Relawan Semut Pemburu Berkah



COPYRIGHT © Relawan Semut Pemburu Berkah Kalimantan Selatan 2022

BAL'AM BIN BA'URA, ULAMA YANG DILA'NAT KARENA MEMBELA PENGUASA ZHALIM

BAL'AM BIN BA'URA, ULAMA YANG DILA'NAT KARENA MEMBELA PENGUASA ZHALIM



*Kisah ini Diceritakan dalam Al-Qur'an  surah Al-A'raf: 175-177*


*Bal'am bin Ba’ura*, adalah seorang ulama dari kalangan Bani Israil yang hidup di zaman Nabi Musa AS.


Beliau dikaruniai ilmu,  nama² ALLAH SWT yang mulia (Ism al Adzham), dan berbagai kelebihan lainnya, sehingga setiap do'anya selalu ALLAH SWT ijabah.


Suatu ketika Nabi Musa AS dan rombongannya melakukan perjalanan dari Mesir. Beliau singgah di tanah Bani Kan’an, tempat Bal'am tinggal. 


Melihat kedatangan Nabi Musa AS bersama orang² saleh lainnya, penguasa dan beberapa orang pemuka kabilah merasa terancam kedudukannya.


Mereka meminta Bal’am agar mendo'akan Nabi Musa AS dan pengikutnya binasa. 


Mereka mendatangi Bal’am seraya berkata: 

"Wahai Bal’am, Musa bin Imran telah hadir di tengah Bani Israil. Kami khawatir kalau mereka akan mengusir kami".


"Sesungguhnya kami adalah kaummu, dan engkau adalah orang yang terkabul do'anya". 


"Keluar dan berdo'alah kepada ALLAH SWT agar menimpakan keburukan kepada mereka".


Pada awalnya Bal’am menolak. Beliau menyadari, kalau Nabi Musa AS adalah utusan ALLAH SWT yang berada di Jalan kebenaran. 


Karena itu, tak mungkin baginya memusuhi Nabi Musa dan pengikutnya.


Bal’am berkata: 

"Celaka lah kalian !!! 

Nabi ALLAH itu dijaga oleh para malaikat dan orang-orang beriman". 

"Bagaimana mungkin aku mendo'akan keburukan atas mereka, sedangkan kelebihan yang aku miliki ini juga dari ALLAH SWT".

"Jika aku berdo'a kepada ALLAH SWT supaya menolak Musa berikut orang-orang yang menyertainya, niscaya lenyaplah dunia dan akhiratku".


Tetapi, karena dahsyatnya bujuk rayu sang penguasa yang akan memberikan harta dan kedudukan padanya, istrinyapun goyah dan meminta agar Bal'am menerima tawaran tersebut. Akhirnya iman Bal’am pun ikut goyah dan tak kuasa menolaknya. 


Akhirnya Bal'am bin Ba'ura pun bergabung bersama penguasa dzalim. Sehingga ALLAH SWT mencabut semua kemuliaan yang ada padanya.


Bal’am kemudian menaiki keledainya menuju bukit Husban, dari sana ia dapat melihat Nabi Musa dan pengikutnya. 


Baru berjalan beberapa langkah, keledainyapun menderum, tak mau jalan. Bal'am pun turun dan memukulnya. 


Awalnya keledai itu tak mau jalan. Tetapi karena dipukul keras, keledai itupun berdiri.


Baru berjalan beberapa langkah, keledai itupun berhenti, lalu dipukulnya kembali hingga berdiri. 

Selanjutnya, keledai itu terus menolak tak mau jalan.


Ketika ia kembali menyiksa keledainya, maka ALLAH mengizinkan keledai tersebut berbicara padanya.


Keledai itu berkata: 

"Celaka engkau, wahai Bal’am ! Kemana engkau hendak pergi ? Tidakkah engkau melihat para malaikat dihadapanku menolak?"

"Apakah engkau hendak pergi kepada Nabi ALLAH dan kaum mukminin untuk mendo'akan keburukan kepada mereka?"


Namun Bal'am yang sudah bergabung dengan penguasa dzalim itu, tak peduli dan terus memukulnya. 


ALLAH SWT membiarkan keledai itu berjalan hingga sampailah di hadapan Nabi Musa AS dan Bani Israil.


Kemudian Bal'ampun mulai mendo'akan keburukan kepada Nabi Musa AS dan para pengikutnya. 


Tetapi tidaklah ia mendo'akan keburukan kepada mereka, melainkan ALLAH  memalingkan lisannya, sehingga mendo'akan keburukan kepada kaumnya. 


Tidaklah ia mendo'akan kebaikan kepada kaumnya melainkan SWT memalingkan lisannya, sehingga mendo'akan kebaikan kepada Nabi Musa AS dan Bani Israil.


Melihat Do'anya yang terbalik, kaumnya pun langsung protes: 

"Wahai Bal’am, Apakah engkau tahu apa yang engkau lakukan? Engkau hanyalah mendo'akan kebaikan kepada mereka dan mendo'akan keburukan kepada kami?"


Ia menjawab: 

"Inilah yang tidak aku kuasai. Ini sesuatu yang telah ALLAH tentukan."


Kemudian lidahnya menjulur sampai ke dadanya, lalu ia mengatakan:


"Sekarang telah hilang dariku dunia dan Akhiratku. Tidak tersisa lagi selain makar dan tipu daya, maka aku akan membuat makar dan tipu daya untuk kalian."


ALLAH menurunkan berbagai macam bencana, serta penyakit menular yang menewaskan lebih dari 70.000 orang. 


Dan menjadikan lidah Bal’am menjulur seperti seekor anjing.


Begitulah kemurkaan ALLAH SWT terhadap penguasa dzalim dan ulama yang rela menjual agamanya demi harta dan kedudukannya.


ALLAH SWT hinakan mereka seperti seekor anjing yang setia kepada majikannya.  


Diberi peringatan ataupun tidak, ia akan tetap menjulurkan lidahnya.


Begitulah nasib ulama yang rela menjual agamanya, demi harta, jabatan dan orang2 yang membayarnya.


*Kisah tersebut ALLAH SWT ceritakan dalam kitab suci-NYA AL-QUR'AN Surah AL-A'RAF ayat 175-177.*


Semoga ALLAH SWT kuatkan iman islam kita.

Agar bisa istiqamah melaksanakan perintahNya dan menjauhi larangan-Nya, hingga wafat dalam keadaan Husnul Khaatimah. Aamiin.


Wallaahu ta'aala a'lam.

-------------------

Present by : Relawan Semut Pemburu Berkah

COPYRIGHT © Relawan Semut Pemburu Berkah Kalimantan Selatan 2022

MANAQIB GURU KAPUH KANDANGAN, KH RIDWAN BASERI

 MANAQIB GURU KAPUH KANDANGAN Jelang haul pertama 30 juli 2022 Guru Kapuh merupakan sebutan populer dari Tuan Guru H. Ridwan binti Jauhariya...