Rabu, 30 Maret 2022

Hidup-hidupilah Muhammadiyyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyyah. Barakallahu fiikum Kyai...

 HARI ITU DI TAHUN 1921 K.H.A. DAHLAN MEMUKUL KENTONGAN


Hari itu di suatu siang, KHA Dahlan memukul kentongan, Mengundang segenap penduduk Kauman ke rumahnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang menyambut seruan.


Setelah banyak orang berkumpul, KHA Dahlan pidato, Yang isinya menyatakan bahwa kas Muhammadiyah kosong, Sementara guru-guru Muhammadiyah belum digaji. Muhammadiyah memerlukan uang kira-kira 500 gulden untuk menggaji guru, Karyawan dan membiayai sekolah Muhammadiyah.


Karena itu KHA Dahlan menyatakan melelang seluruh barang-barang yang ada di rumahnya.


Pakaian, Almari, Meja kursi, Tempat tidur, Jam dinding, Jam berdiri, Lampu-lampu, Dan lain-lain. Ringkasnya KHA Dahlan melelang semua barang-barang miliknya itu, Yang kemudian uang hasil lelang itu seluruhnya akan dipakai untuk membiayai sekolah Muhammadiyah, Khususnya untuk menggaji guru dan karyawan.


Para penduduk Kauman terbengong-bengong mendengar penjelasan sang kyai. Sedangkan murid-murid beliau yang ikut pada pengajian Thaharatul Qulub sama terharu melihat semangat pengorbanan KHA Dahlan.


Berbisik mereka. Berpandangan satu sama lain, Tak habis apa yang sedang kyai lakukan.


Singkat cerita, Para penduduk Kauman, Khususnya para juragan yang menjadi anggota kelompok pengajian Tharatul Qulub, Segera berebut membeli seluruh barang yang ada di rumah kyai.


Ada yang membeli jasnya. Ada yang membeli sarungnya. Ada yang membeli jamnya. Almari  Meja, Kursi, Dsb.


Dalam waktu singkat semua barang milik KHA Dahlan habis dibeli dan terkumpul uang lebih dari 4.000 gulden.


Penjualan selesai. Lalu semua pamit pulang. Tanpa ada seorangpun membawa barang yang telah mereka beli.


Tentu saja KHA Dahlan heran, Mengapa mereka tidak mau membawa barang-barang yang sudah dilelang ?


Lalu beliau berseru, ”Saudara-saudara, Silakan barang-barang yang sudah sampeyan beli itu saudara bawa pulang. Atau nanti saya antarkan ?”


Serempak mereka menjawab,


“Tidak usah Kiai. Barang-barang itu biar di sini saja, Semua kami kembalikan pada Kiai.”


“Lalu uang yang terkumpul ini bagaimana?“ tanya KHA Dahlan.

Salah seorang dari mereka menjawab,


“Ya untuk Muhammadiyah. Kan Kiai tadi mengabarkan Muhammadiyah perlu dana untuk menggaji guru, Karyawan dan membiayai sekolahnya ?”.


“Ya betul. Tapi kebutuhan Muhammadiyah hanya sekitar 500 gulden, Sedangkan ini dana yang terkumpul lebih dari 4000 gulden. Lalu sisanya bagaimana ?” tanya KHA Dahlan.


Jawab orang itu, “Ya biar dimasukkan ke kas Muhammadiyah saja".


~ Drs. Sukriyanto AR., M.Hum. dalam majalah Suara Muhammadiyah, No. 13/98/1-15 Juni 2013 -


Repost dari akun Mohammad Kamiluddin Al-Mumtaz

Semoga menjadi tauladan kita

Sabtu, 26 Maret 2022

 *FENOMENA LEMBAGA NASAB ABU-ABU*


Habaib / Saadah di Indonesia semenjak dahulu dalam urusan nasab / silsilah hanya melaporkan dan merujuk ke Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah yg pusatnya di Jakarta.


Generasi Para Habaib dari era kesultanan/kerajaan Islam di Nusantara sebelum Indonesia merdeka pun tak luput dalam pendataan dan pencatatan nasab tersebut 


Dengan standar itsbat / pensahan yg ketat dan sesuai kaedah ilmu nasab menjadi azas Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah dalam mensahkan nasab seorang Sayyid / Habib.

Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah tidak merujuk kepada hal2 yg bersifat ghaib maupun metafisika termasuk mimpi2 seseorang, tetapi dgn merujuk ke buku induk nasab yg diwarisi dari generasi salaf yg sudah mendata para Habaib sebelumnya di kota Tarim Hadralmaut, serta merujuk kepada data dan fakta di lapangan yg bisa diperpegangi kebenarannya, semisal kesaksian dari orang yg boleh dimintai kesaksian dan semisal dari surat2 lama yg memiliki kekuatan hukum dan mencantumkan nama2 kakek datuk leluhur dari seorang sayyid yg akan diitsbat jalur nasabnya.


Dengan standar yg sudah seharusnya seperti ini Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah tidak asal dan tidak serampangan dalam mensahkan nasab seseorang.


Sehingga orang2 yg terbuai untuk mengaku sebagai "Habib" akan tertolak dan terbantah klaimnya dengan data2 pembanding dan manuskrip2 yg betul2 tua dan sah.


Namun seiring berjalannya waktu, mereka2 yg "mengaku" keturunan BAGINDA NABI MUHAMMAD SHOLALLAAHU 'ALAYHI WASALLAMA tersebut tetapi tidak lolos dengan standar pendataan ilmu nasab di Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah itu akhirnya dengan keputus-asa-an-nya mencoba cara lain agar dapat "pengakuan" di masyarakat khalayak luas.


Mereka pun memanfaatkan celah aturan negara yg tidak membatasi izin2 pada masyarakat yg ingin membentuk lembaga atau yayasan, dan cukup dengan memenuhi syarat2 standar dalam membuat lembaga organisasi ataupun yayasan maka mereka pun pada akhirnya mendirikan lembaga2 mereka sendiri dan mensahkan nasab2 kelompok mereka dengan standar yg mereka tentukan sendiri dan tentu saja semua itu tidak sama dengan standar yg seharusnya diterapkan dalam ilmu nasab.


Mereka rangkul orang2 ataupun kelompok2 yg tidak lolos standar itsbat nasab dan kemudian mereka rekrut jadi anggota, ada juga yg mereka rekrut krn memang orang tersebut ingin dimuliakan di mata masyarakat, hingga tidak sedikit orang dari yg mereka rangkul itu adalah orang2 yg sama sekali tidak dikenal sebagai habaib dari zaman kakek moyangnya.


Dan demi menjawab penasaran masyarakat yg polos misalnya : "kenapa muncul lembaga nasab lagi ? Bukankah Habaib sudah punya Rabithah Alawiyyah ?"

Lalu mereka pun menjawab dengan aneka jawaban yg menggelitik dan mengada-ada :


*- Lembaga kami ini lebih tua, lembaga kami sifatnya internasional, dan diakui banyak negara (padahal pada kenyataannya itu adalah nol dari pembuktian, hanya klaim sepihak yg bahkan anak kecilpun bisa mengklaim hal yang sama)*


*- alasan lain berikutnya adalah : lembaga kami khusus mencatat keturunan Habaib dari trah kerajaan saja (padahal Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah dari zaman dahulu sudah mencatat Habaib yg menikahi putri2 kesultanan maupun kerajaan dan merapikan dan memberkaskan serta menyimpan data2 mereka semuanya tanpa terkecuali)*


*- Alasan lainnya juga seperti ; Lembaga Rabithah Alawiyyah itu dibentuk oleh VOC, penghianat negara Republik Indonesia sehingga dengan sengaja dari dahulu tidak mencatat kakek moyang kami para pejuang anti penjajah (ini lagi marak mereka angkat agar merusak kepercayaan khalayak kepada Rabithah Alawiyyah, dan pada kenyataannya sebagaimana kita tahu Rabithah Alawiyyah memang dibentuk sebelum Indonesia merdeka, dan di zaman tersebut untuk perizinan membentuk komunitas dan organisasi tentu saja kepada yg berwenang agar tidak terjadi benturan, bahkan di zaman tersebut urusan surat2 jual beli tanah dan nikah saja itu tercatat melalui dokumen mereka yg berwenang, yaitu para penjajah ataupun fihak adipati hingga raja/sulthan yg berkuasa, sehingga dalam kerjanya dan pendataannya para Habaib pendiri Rabithah Awaliyyah itu tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun) dan bermacam alasan yg tidak logis lainnya*


Sehingga pada intinya, mayoritas Habaib di Indonesia hanya berpegang kepada Maktab Daimi Rabithah Alawiyyah, bahkan kepercayaan Habaib maupun para Muhibbin ini sudah terbentuk dari zaman dahulu.

Perlu di garis bawahi bahwa kepercayaan itu sangat"mahal" dan semua ini tidak ada terdapat pada lembaga2 yg baru muncul akhir2 ini, walau status lembaganya sama di kacamata aturan negara kita.


Pendapat ulun pang ini bib ay, lalu kira2 menurut pian kypa bib, boleh lah bila tulisan ulun ini ulun share di media sosial bib ?

Gasan warga masyarakat sakira ada tatarang upih masalah maktab2 ini.

PERINGATAN BAGI YANG MENGAKU-NGAKU AHLULBAIT SEDANGKAN PALSU

  PERINGATAN BAGI YANG MENGAKU-NGAKU AHLULBAIT SEDANGKAN PALSU



Terkait banyaknya yang mengaku-ngaku Ahlul Bait padahal bukan termasuk keturunan Rosulullah SAW apapun tujuan kalian, maka saya memperingatkan agar kalian sadar dan bertaubat segera kepada Allah SWT. 

Sebab seberapa banyak apapun amalan kebaikan yang kalian lakukan di dunia ini tetapi jika kalian mengaku-ngaku Ahlul Bait padahal kalian bukan keturunan Rosulullah SAW, maka segala amal baik (pahala) kalian akan terhapus tidak tersisa, yang tersisa adalah penyesalan belaka dengan adzab neraka.


Dalil...

_


1. SURGA HARAM UNTUKNYA


عَنْ سَعْدِ بن أبي وقَّاصٍ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : مَن ادَّعَى إلى غَيْرِ أبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أنَّهُ غَيْرُ أبِيهِ فَالجَنَّةُ عَلَيهِ حَرامٌ » . متفقٌ عليهِ


Dari Sa’ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang mengaku -sebagai nasab atau keturunan- kepada orang yang bukan ayahnya, sedang ia mengetahui bahwa orang itu memang bukan ayahnya, maka syurga adalah haram atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)


2. DAPAT MENYEBABKAN KEKAFIRAN


وعن أبي هُريْرَة رضي اللَّه عنْهُ عَن النَّبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « لا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أبيهِ فَهُوَ كُفْرٌ » متفقٌ عليه


Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: “Janganlah engkau semua membenci kepada ayahmu sendiri -sehingga mengaku orang lain sebagai ayahnya-, karena barangsiapa yang membenci ayahnya sendiri, maka perbuatan itu menyebabkan kekafiran,” yakni dapat kafir kalau meyakinkan bahwa perbuatannya itu halal menurut agama atau dapat diartikan kafir yakni menutupi hak ayahnya atas dirinya sendiri. (Muttafaq ‘alaih)


3. ALLAH, MALAIKAT, DAN SELURUH MANUSIA AKAN MELAKNATNYA 


4. ALLAH TIDAK MENERIMA AMALAN WAJIB DAN SUNNAHNYA


Dari Yazid bin Syarik bin Thariq, katanya: “Saya melihat Ali radhiyallahu anhu di atas mimbar dan saat itu ia sedang berkhutbah. Saya mendengarkannya. Ia berkata:


وَمَنِ ادَّعَى إلى غَيْرِ أبيهِ ، أو انتَمَى إلى غَيْرِ مَوَاليهِ ، فَعلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّه وَالملائِكَةِ وًَالنَّاسِ أجْمَعِينَ ، لا يقْبَلُ اللَّه مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامةِ صَرْفاً وَلا عَدْلاً » . متفقٌ عليه


"Barangsiapa yang mengaku bernasab atau berketurunan dari seorang yang selain ayahnya atau menisbatkan dirinya kepada seorang yang bukan walinya -yakni yang tidak berhak untuk memerdekakan dirinya-, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak menerima amalan wajib atau sunnahnya.” (Muttafaq ‘alaih)


5. TEMPATNYA DI NERAKA


وَعَنْ أبي ذَرٍّ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّهُ سَمِعَ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقُولُ : « لَيْسَ منْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْر أبيهِ وَهُوًَ يَعْلَمُهُ إلاَّ كَفَرَ ، وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لهُ ، فَلَيْسَ مِنَّا ، وَليَتَبوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنًَ النَّار


Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwasanya ia mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Tiada seorangpun yang mengaku bernasab atau berketurunan kepada seorang yang selain ayahnya, sedangkan ia mengetahui akan hal itu, melainkan kafirlah ia. Dan barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan miliknya, maka ia tidaklah termasuk golongan kita -kaum Muslimin- dan hendaklah ia menduduki tempat dari neraka." (Muttafaq’alaih)


_


Maka sekali lagi saya peringatkan.. Takutlah kepada Allah.. 

Dunia hanya sementara, jangan kalian gadaikan kebahagiaan akhirat dengan menjual iman dan agama kalian, demi memuaskan hawa nafsu kalian. Semua akan kembali kepada Allah SWT, dan kita akan di sidang, berdiri di pengadilan Allah yang semua hal yang kita lakukan akan ada balasannya.

Cukuplah sebagai umat Nabi Muhammad SAW sebagai kehormatan dan kebahagiaan, lalu ikuti segala sunnah-sunnah nya, kemudian cintailah dengan kecintaan yang dalam tanpa pamrih. Itulah yang membuat kita selamat di hadapan Allah Ta'ala.

Kalian bisa membohongi manusia lain, tapi tidak bisa membohongi Allah..


والله أعلم


Selasa, 22 Maret 2022

Pejuang Banjar Yang Jadi Korban "Becakut Pepadaa

 Pejuang Banjar Yang Jadi Korban "Becakut Pepadaan"

.

Becakut pepadaan bisa diartikan sebagai berkelahi dengan sesama, baik itu sesama suku, agama, ras dan lain lain. Pada zaman penjajahan Belanda, Belanda sangat mengetahui kelemahan masyarakat Banjar, yaitu dengan ditawari Harta Benda dan kebebasan, dengan syarat mau "Becakut Pepadaan" dengan pejuang Banjar yang lain.

.

Berikut Pejuang pejuang yang gugur dalam Perang Banjar karena Becakut Pepadaan :

.

1. Penghulu Rasyid

Beliau adalah pejuang perang Banjar dari desa Banua Lawas (Tabalong). Beliau dikenal dengan Gerakan Dzikir Baratib Baamal yang luar biasa membuat Belanda kewalahan menghadapinya.

.

Karena berbahaya itulah, Belanda membuat sayembara siapa yang bisa menangkap Penghulu Rasyid, maka akan dihadiahi 1000 gulden Belanda. Hingga akhirnya teman seperjuangan sekaligus keluarga beliau sendiri, yang bernama Teja Kesuma tergiur dan rela membunuh Penghulu Rasyid pada tahun 1816.

.

2. Haji Buyasin

Beliau adalah pejuang perang Banjar dari daerah Subuhur (Tanah Laut) yang dikenal dengan julukan "Berandal Licin", karena kelihaian dan kelincahan beliau dalam menyerang dan membakar tangki minyak Belanda.

.

Sama seperti penghulu Rasyid, beliau dijadikan buronan dan siapa yang dapat menangkap dihadiahi 1000 gulden Belanda. Akhirnya beliau tewas di tangan Kepala kampung beliau yang memihak Belanda yang bernama Pembakal Bunang pada tahun 1866.

.

3. Demang Lehman

Beliau adalah pejuang perang Banjar dari daerah Barabai, Kalimantan Selatan. Beliau juga buronan dengan harga kepala sebesar 2000 Gulden Belanda.

.

Kronologi penangkapan beliau adalah ketika sedang menyusun strategi di gunung Pangkal, Tanah Bumbu. dengan modus memberi tempat menginap oleh seorang penduduk lokal yang bernama Pambrani. Ternyata itu hanyalah jebakan hingga akhirnya Demang Lehman di tangkap dan diadili Belanda dengan hukuman gantung di Martapura pada tahun 1864.

.

Sumber : Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjaran Kalimantan. Bandjarmasin : Fadjar.

.

Tumenggung Jaya Pati jejak sunyi perlawanan Rakyat di Tanah Alai Murakata

Tumenggung Jaya Pati adalah Pimpinan dalam perang melawan Belanda, 

atau disebut Pasukan Berandal atau Pembangkang. Bagi rakyat banjar beliau adalah pahlawan untuk negeri ini

Tumenggung Jaya Pati dibantu oleh Gt. M. Said, Galuh Ratna Wati, dll.

 Beliau adalah Penerus Perang Banjar

 yang dikobarkan oleh Pangeran Antasari untuk Daerah Hulu Sungai. 

Beliau menyembunyikan diri (bersembunyi) bersama isteri

dan keponakan beliau di Hutan Kemuyang Abung

sampai beliau wafat dan bermakam di hutan tersebut.

Demikian keterangan yang kami dapat dari tulisan sekilas tentang beliau di areal Maqam

Kemarin Ulun ke sana bersama kayi Ulun


Desa Abung Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Dekat perbatasan dengan Desa Sungai Rangas Kecamatan Batang Alai Utara (Ilung)





Dalas  bapalas darah  mun cagar banua ku di jajah walanda, tidak ada kata menyerah bagi  kami

(Catatan Edwan Ansari)-Muhammad Edwan Ansari

Catatan Edwan Ansari

HARAMMENYARAH WAJA SAMPAI KAPUTING, 

      Kiai Tumenggung Jayapati “Jejak Sunyi Perjuangan Rakyat Batang Alai” Meneladani Semangat Juang dan Patriotisme


Momentum Agustus yang sarat nuansa kemerdekaan seperti saat ini mengingatkan pada satu episode Perang Banjar. Peristiwa ini tercatat pada 161 tahun silam, tepatnya pada 17 dan 27 Oktober 1860 di Batang Alai, sebuah daerah tua yang kini masuk wilayah administrasi Kecamatan Batang Alai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan. Peristiwa heroik itu menampilkan seorang tokoh perlawanan ke tengah arena. Dalam catatan resmi kolonial, ia dikenal dengan nama Kiai Djajapati.


Sebetulnya tradisi keluarga lebih mengenangnya sebagai Tumenggung Jayapati. Sementara gelar Kiai sesuai sumber yang digunakan dalam tulisan ini, yaitu De Bandjermasinsche Krijg van 1859 – 1863 terbitan Thieme Arhem tahun 1865 karya Willem Adriaan Van Rees. Ini mungkin mengacu pada jabatannya di era kesultanan, sebelum kesultanan itu dihapus Belanda pada 1860, di mana di buku itu Jayapati disebutkan pernah menjadi seorang Kiai atau Kepala Daerah Paramasan Amandit. Untuk sementara, penulis bersandar pada buku tersebut sebagai satu-satunya sumber tulisan ini, mengingat sumber lain memang belum ditemukan. Ke depannya, kita tentu akan mengupayakan penyempurnaan sekiranya terdapat temuan-temuan baru yang menyangkut tokoh atau topik yang diangkat.


Terhadap De Bandjermasinche Krijg, penulis melakukan reinterpretasi dan kajian ulang pada bagian-bagian tertentu dengan tanpa mengubah substansi faktualnya. Ini penting sebagai upaya netralitas konten tulisan, mengingat sejak awal karya van Rees itu memang dimaksudkan sebagai dokumentasi resmi militer Belanda tentang Perang Banjar. Jika terjemahannya disajikan secara mentah tentu akan kuat bias kolonialnya, dan dalam konteks ini Jayapati otomatis terdampar sebagai tokoh antagonis. Sudah barang tentu hal ini akan menyulitkan tercapainya target penulisan, yaitu menempatkannya sebagai tokoh perlawanan pribumi di tengah situasi konflik yang terjadi.


Sebagai catatan, hasil dari reinterpretasi terhadap De Bandjermasinche Krijg seperti disebutkan sebelumnya, akan diuraikan secara “bebas”, dalam arti penulis melakukan penyesuaian ejaan, selain sedikit “improvisasi” dalam rangka logika penulisan dan demi lancarnya alur cerita.


Di samping itu, sebagai warga Batang Alai, penulis dalam upaya reinterpretasi ini memaksimalkan pengetahuan dan kepahaman akan demografi dan geografi Batang Alai itu sendiri disandingkan dengan data yang tercatat dalam laporan perang tersebut, hal ini penting guna mengukur tingkat presisi data sumber dan hidupnya alur cerita. Tetapi sekali lagi, baik secara garis besar maupun untuk detil-detil peristiwa dan tokoh, tulisan ini tetap setia pada substansi sumber.


Jika dibandingkan tokoh lain yang terlibat dalam Perang Banjar, nama Jayapati relatif masih jarang untuk tidak mengatakan tidak pernah disebut dalam penelitian-penelitian yang menyangkut peristiwa Perang Banjar. Apalagi diangkat sebagai fokus kajian utama. Sebagai konsekuensinya, publik banua (sebutan lain untuk publik Kalimantan Selatan)-pun kurang mengenalnya. Setidaknya jika dibandingkan nama-nama besar seperti Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah, Demang Lehman, Datu Aling, Haji Buyasin, Tumenggung Jalil, Penghulu Rasyid dan lain-lain, nama tokoh ini seolah tenggelam dalam arus wacana utama. Kenyataan ini membuat kiprah sejarah Jayapati tak terekam dengan jelas. Akibatnya, perjuangannya pun seakan meninggalkan jejak-jejak sunyi baik di ranah wacana, maupun dalam sistem memori masyarakat. Padahal untuk perlawanan rakyat di daerah Batang Alai perannya terbilang signifikan. Ia bahkan sempat memberi Belanda kekalahan dalam dua kali pertempuran, dan hal itu “diakui” atau dikonfirmasi Belanda sendiri melalui sumber yang kami sebutkan di atas.Nah, dalam kaitan itulah tulisan ini dibuat, yaitu untuk mengisi ruang kosong pada lembar-lembar wacana yang memang sudah semestinya diukirkan sekelumit nama dan kisah tentang dirinya, Kiai Tumenggung Jayapati.


Pertempuran Benteng Rantawan 17 Oktober 1860

Berawal dari mundurnya Demang Lehman pasca pertempuran Benteng Madang di daerah Batang Amandit. Sebelumnya pada September 1860, ia bersama Tumenggung Antaludin dan barisan pejuang rakyat, berhasil mempermalukan Belanda dalam 5 kali pertempuran. Peristiwa epik itu  bisa disimak pada berbagai hasil penelitian terdahulu.

Dari sana, Demang Lehman mundur ke arah utara, ke daerah Alai yang memang terhubung oleh Pegunungan Meratus. Sehubungan dengan itu, Kiai Jayapati membangun “gudang” di desa Jati, sekarang Birayang Surapati, yang disinyalir sebagai penyimpanan logistik perang. Logistik tersebut dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Demang Lehman dalam rangka melanjutkan peperangan melawan Belanda.


Mendengar laporan tentang kegiatan mencurigakan itu, Belanda kemudian mengerahkan kurang lebih 40 orang prajurit bayonet pimpinan Lettu Von Ende dan opsir Van Der Horst. Seorang penunjuk jalan pribumi dari desa Rantawan bernama Amin menawarkan diri untuk membantu, mereka mulai bergerak menuju Jati yang ditempuh selama dua setengah jam dari tangsi Belanda di Barabai. Belanda meminta agar Amin menunjukkan di mana “gudang” itu. Kepadanya dijanjikan hadiah besar jika dapat menunjukkan “Gudang” tersebut, namun jika tidak kematianlah yang akan didapatnya.

Bersama Amin, pasukan Belanda mencoba jalur dari hilir Sungai Batang Alai dan sampai di daerah Lok Besar yang sudah sangat dekat dengan target mereka. Pelan-pelan Von Ende terus memudik sungai Batang Alai, dan sesampainya di Desa Jati tidak didapati “gudang” yang menjadi target mereka. Entah bagaimana caranya, Jayapati dan orang-orangnya rupanya berhasil menyamarkan gudang itu.



Jembatan yang menghubungkan Birayang -Jati-Rantawan, 1927 ( KITLV Leiden University)

Merasa tidak menemukan apapun di situ, Von Ende terus memudik ke rumah Jayapati di desa Rantawan yang masih berdampingan dengan Jati. Sesampainya di Rantawan, kampung dalam kosong karena penduduknya sudah mengungsi mengamankan diri. Tak disangsikan lagi, Jayapati dan segenap penduduk di sini rupanya sudah benar-benar bersiap untuk beperang. Sekalipun begitu, di rumah Jayapati ditemukan banyak tombak dan keranjang ranjau yang tak sempat ditanam. Rupanya  ia sendiri tak menduga Belanda datang secepat ini.


Von Ende lalu memutuskan ia bersama pasukannya menyeberangi sungai Batang Alai dengan lebar 40 hasta yang permukaannya memang surut di kala kemarau. Tiba-tiba terdengar tembakan dari seberang sungai. Amin mengira akan ada perlawanan hebat karena ia tahu Jayapati telah mendirikan benteng di Rantawan dan mempertahankannya dengan 120 orang. Meskipun kekuatannya kecil,  Von Ende memutuskan untuk menaklukkannya.


Sesampainya di seberang sungai, benteng itu mulai tampak dari kejauhan. Untuk menjajaki kekuatan musuhnya, Von Ende membuka serangan dengan memerintahkan tembakan salvo silih berganti dari barisan pasukannya ke arah ke benteng itu.  Pihak benteng tak tinggal diam. Mereka membalas dengan tembakan-tembakan pula disertai pekik-pekik takbir. Pada saat itulah Amin datang berlari melaporkan dengan nafas tersengal, bahwa dalam jarak tiga puluh langkah ia melihat benteng itu diperkuat dengan dua buah lila di kedua sisi depan. Dengan moncong diarahkan tepat ke jalan yang menjadi jalur serangan mereka.


Lila sendiri merupakan jenis meriam Melayu, digunakan secara luas di kepulauan Nusantara masa itu, dan dapat disetel sebagai meriam putar. Lila setara dengan falconet Eropa, berbahan kuningan atau perunggu. Panjangnya antara 100 sampai 180 cm dengan kaliber lubang diantara 19 dan 76.2 mm. Selain dapat menembakkan peluru bundar berbobot 1,13-1,36 kg dengan jarak melebihi 360 meter, meriam ini juga dapat memuntahkan peluru sebar (grapeshot atau case shot). Pada banyak peristiwa Lila biasa pula menembakkan bola-bola batu yang terbuat dari batu-batu tepi sungai.


Mendengar laporan ini, Von Ende menghentikan gerak ofensifnya. Van der Horst ia perintahkan maju untuk mengintai benteng dengan 20 orang serdadu. Dalam jarak yang kian dekat, Horst memperhatikan dengan seksama. Sebuah benteng yang dikelilingi oleh palisade (susunan batang kayu pohon dipasang vertikal dan rapat dengan ujung bagian atas masing-masing kayu diruncingkan). Palisade dipasang di tiga sudut, dan sudut keempat dibatasi oleh semak belukar dan rumpun-rumpun bambu. Setiap dinding benteng 18 hasta, dengan masing-masing palisade panjangnya 2 hasta. Benar saja laporan Amin, di dua sudut yang berlawanan bercokol dua buah lila.


Ketika Van der Horst telah mendekat sampai 15 langkah dari tembok pembatas, sebuah tembakan mengarah kepadanya. Ia masih bernasib mujur, karena naluri prajuritnya mendorong gerak refleks untuk langsung berbaring di tanah. Loloslah ia dari lesatan peluru tersebut. Ia kemudian melompat, menyerbu ke depan, memanjat pagar dan membungkuk dengan gerakan cepat. Namun Moega seorang prajurit pribumi di barisannya  yang melakukan penetrasi pertama, menerima tembakan di lengan. Di benteng itu terpasang bendera Jayapati dan ditemukan juga beberapa surat dari Pangeran Hidayatullah terkait pengiriman beras dan atap.


Melihat keadaan yang tidak menguntungkan Von Ende menghentikan operasi lapangan dan menarik pasukannya, Kiai Jayapati tak dapat ditangkap. Sementara itu Von Ende berkomentar, “Musuh terus melakukan tembakan, namun jarak yang sudah menjauh tidak terlalu membahayakan pasukannya, namun jelas bahwa Jayapati masih hidup dan terlihat ia semakin kuat.” Von Ende pun memutuskan kembali ke tangsi. Meluapkan amarahnya sembari bergerak mundur Von Ende dan pasukannya membakar rumah Jayapati dan rumah-rumah penduduk beserta lumbung padinya yang memang sedari awal sudah kosong ditinggal penghuninya. Selama pergerakan mundur sampai ke Lok Besar, Von Ende terus dihujani tembakan dari kiri dan kanan dan terus menjaga jarak aman. Seorang pemberontak yang berhasil di tawan mencoba melarikan diri dan ditembak mati.


Ekspedisi Von Ende tanggal 25 – 26 ke Bulanin

Pada tanggal 25 Oktober 1860, Von Ende mendapat informasi bahwa sehari sebelumnya Demang Lehman bersama 30 orang pengikutnya berada di Intangan (2 jam dari Bulanin) bersama 30 orang pengikutnya. Menurut informan pribumi yang berasal dari Karangan (5 jam dari Barabai), Demang Lehman menuju desa Bulanin, saat ini masuk dalam administrasi Kecamatan Batang Alai Timur.



Peta tahun 1923 – 1927 dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda

Di sana tinggal seorang tokoh bernama Kiai Demang Jaya Negara Seman. Dari Bulanin Demang Lehman selanjutnya bergerak menuju Jati menemui Kiai Jayapati. Kiai Demang Jaya Negara Seman tak lain adalah adik dari Regent der Afdeeling Martapoera (Bupati Martapura) Pangeran Jaya Pemenang pasca dihapusnya kesultanan Banjar pada 11 Juni 1860. Kiai Demang sepertinya tidak sejalan dan sepaham dengan sang kakak. Ia memilih bergabung dengan rakyat di Hulu Sungai.


Von Ende keluar untuk kedua kali dari tangsinya. Kali ini bersama petugas bernama Coevoet dan menambah pasukannya dengan 60 prajurit bayonet. Ekspedisi kali ini bertujuan mencegah pertemuan Demang Lehman dengan Kiai Jayapati. Dikhawatirkan jika dua kekuatan ini bergabung maka akan sulit ditundukkan, mengingat Kiai Jayapati telah mempersiapkan logistik perang yang cukup mumpuni sebelumnya.


Desa Bulanin menjadi target Von Ende dan pasukannya. Dibutuhkan waktu 9 jam dr Barabai untuk sampai di lembah yang indah itu. Von Ende tiba sekitar pukul 15:30 sore di Bulanin. Dari kejauhan terlihat enam orang musuh dengan menunggang kuda bergegas ke dalam hutan melarikan diri.


Coevoet diperintahkan maju terlebih dahulu bersama 30 orang prajurit bayonet untuk mengepung rumah yang dicurigai sebagai kediaman Demang Lehman. Setelah didekati ternyata rumah itu sudah dalam keadaan tak berpenghuni. Kedatangan Coevoet dengan pasukannya nampaknya terendus pengawas dari prajurit Demang Lehman. Hal ini disinyalir oleh Coevoet dengan adanya pohon durian tinggi di depan rumah tersebut yang batang pohonnya telah dipotong berbentuk anak tangga. Pohon seperti ini biasanya digunakan oleh pasukan pribumi sebagai pos pengawasan untuk memantau adanya tanda bahaya.


Coevoet mencoba masuk ke dalam rumah itu. Di halaman rumah banyak terdapat bekas telapak kaki kuda dan di dalamnya ada tiang gantungan untuk persediaan atap, kayu ulin, rumput yang baru saja dipotong dan nasi yang baru saja dimasak. Karena tidak mendapatkan apa-apa Coevoet dan pasukannya bermalam di depan rumah itu dengan memasang bivak-bivak.


Hari berganti, besoknya 26 Oktober 1860 seluruh rumah diperiksa. Dua penduduk Bulanin ditemukan di sebuah rumah, salah satunya melarikan diri dan yang lain mengamuk dan menikam seorang serdadu bernama Sersan Senin kemudian ia ditembak mati. Bulanin akhirnya dibumihanguskan.


Pasukan Von Ende dan Coevoet segera bergerak menuju Jati, namun informan mengaku tidak mengetahui jalur menuju Jati. Terpaksa mereka pun kembali meniti jalur Intangan yang pada hari sebelumnya dilalui. Jalur ini adalah jalur yang melelahkan, karena harus melewati banyak sekali bukit dan lembah yang tentu saja medannya tidaklah mudah.


Di sepanjang jalur antar Bulanin dan Intangan banyak ditemui pohon kayu yang baru ditebang dan nampaknya dipersiapkan untuk membuat lahan perkebunan. Hal ini menarik perhatian Von Ende. Berdasarkan keterangan dari informan, diketahui Demang Lehman lah yang mempersiapkan perkebunan tembakau itu atas perintah Pangeran Hidayatullah.


Pertempuran kedua di Jati, 27 Oktober 1860

Sehari kemudian setelah ekspedisi ke Bulanin, Von Ende memerintahkan kepada Coevoet untuk menuju Jati karena berdasarkan informasi sebelumnya bahwa Demang Lehman akan menemui Kiai Jayapati. Coevoet berangkat membawa 30 orang pasukan bayonet untuk melakukan pengecekan dan sesampainya di Jati dari seberang sungai yang luas berdiri pasukan bersenjata dan terlihat seorang pria di atas kudanya. Alangkah terkejutnya Coevoet setelah mengetahui bahwa pria itu adalah Demang Lehman yang selama ini mereka cari-cari. Dan lebih kaget lagi di Jati ternyata banyak terdapat pasukan-pasukan berkuda.


Pertempuran kembali pecah. Tak ada pilihan Von Ende selain memerintahkan Coevoet untuk menghabisi para pemberontak itu. Tembakan demi tembakan pun bersahutan dari arah seberang, sungaipun menjadi pembatas antara kedua pasukan ini. Coevoet nekat untuk mendesak para pasukan dari pejuang pribumi, namun dua anggota pasukannya tewas. Kopral Smaalen yang memimpin penyerangan pun terkena tembakan dan terpaksa mundur. Melihat ini Von Ende menyadari bahwa pasukannya sudah kelelahan dan sekaligus geram terhadap informan dari Jati yang menunjukkan posisi salah sehingga pasukannya menjadi bulan-bulanan pasukan gabungan Kiai Jayapati dan Demang Lehman. Informan itupun ditembak mati sebagai pelajaran bagi yang lainnya. Untuk kedua kalinya Von Ende dipukul mundur di peperangan Rantawan maupun di Jati.


Status Buronan dan Vonis Mati

Kiai Jayapati kemudian ditetapkan sebagai buron dan pada Februari 1861, sempat diperoleh informasi bahwa Kiai Jayapati sedang berada di hutan Kamuyang yang berada di belakang utara Rantawan. Belanda kemudian melakukan patroli ke hutan tersebut, sempat terjadi kontak senjata namun mereka tidak dapat menemukan persembunyian Jayapati.



Nederlandsche Staats-Courant

Akhirnya pada 14 April 1861 beserta 3 orang “pemberontak” lainnya yaitu Kiai Ngabehi Jaksa Negara, Haji Yusup dan Lurah Daras, Kiai Jayapati divonis hukuman mati dalam suatu putusan pengadilan di Afdeeling Amuntai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Namun Belanda tak melaksanakan eksekusi itu karena tak kunjung dapat menangkapnya. Berita tentang empat orang “pemberontak” inipun sempat diwartakan di koran negeri Belanda Nederlandsche Staats-Courant terbitan 28 Juni 1861 dan Samarangsch advertentie-blad yang terbit pada 24 April 1861. Jayapati bersembunyi di hutan Kamuyang dan meninggal di sana.


Makam Kiai Tumenggung Jayapati sebagai situs budaya

Sebagai wujud apresiasi atas kiprah nyata selama hidupnya, makam Tumenggung Jayapati yang berada di Hutan Kamuyang, kini berada wilayah administrasi Desa Abung, Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah ditetapkan sebagai situs Cagar Budaya oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Makam tersebut berukuran 86 cm x 216 cm dengan cungkup yang terbuat dari kayu dan beratapkan seng. Makam sudah diplester dan diberi ubin/keramik putih. Sementara gundukan tanah yang ada di permukaan makam diberi penutup kain kuning.



Makam Tumenggung Djayapati berstatus Cagar Budaya


Demikianlah sekelumit cerita Kiai Tumenggung Jayapati. Mengingat terbatasnya sumber, jelas masih banyak yang perlu digali dari salah satu tokoh historis ini. Jadi, tulisan ini baru semacam rintisan untuk penelitian lebih jauh.


Sebagaimana yang disebutkan pada bagian awal, dalam merekonstruksi peristiwa masa lalu yang menyangkut Jayapati, untuk mereduksi bias Belanda, penulis melakukan reinterpretasi pada buku sumber, De Bandjermasinche Krijg.


Akan tetapi, bahkan dengan upaya itu pun tak sepenuhnya dapat melepaskan bias tersebut, mengingat proses peristiwa benar-benar berdasarkan sudut pandang operasi militer mereka. Misal, penggambaran tentang kelengkapan dan jumlah pasukan yang dikerahkan, siapa komandan yang ditunjuk, dan jalannya situasi digambarkan dengan detil. Sebaliknya, peta kekuatan pihak lawan, dalam hal ini Jayapati dan kekuatan pribumi hanya digambarkan melalui laporan mata-mata, dan atau laporan pandangan mata mereka langsung saat kejadian. Kita tidak tahu bagaimana misalnya proses rekruitmen Jayapati hingga dapat menghimpun 120 orang pengikut mempertahankan benteng mereka dari serangan Belanda, relasi-relasi apa yang ia gunakan hingga mendapatkan loyalitas banyak orang? Atau, darimana mereka mendapatkan senjata-senjata, serta banyak detil-detil lain? Belum lagi menukik pada soal pilihan politik.


Faktor-faktor apa yang mendorong Jayapati berada di kubu pejuang, mengingat dalam Perang Banjar elit-elit pribumi tidak satu warna. Tidak sedikit juga di antara mereka berdiri bersama kekuatan kolonial yang nantinya terbukti mampu menciptakan stabilitas dan kemapanan karir. Sekali lagi, kita buta akan hal-hal detil itu. Ini masalahnya karena minimnya sumber, terutama sumber tertulis dari pihak pribumi. Terlepas dari persoalan-persoalan di atas, sepertinya dapat disepakati bahwa berdasarkan temuan data yang ada, ia Jayapati adalah seorang tokoh berpengaruh kuat. Faktor inilah yang membentuknya sebagai salah satu pemimpin perlawanan, khususnya di daerah Batang Alai terhadap Belanda.


Bagi generasi muda, khususnya yang berasal dari daerah Batang Alai sudah seyogianya meneladani semangat juang dan patriotisme yang telah ditorehkan oleh tokoh kita ini, mengisi kemerdekaan dengan peri kebaikan dan menghindarkan diri dari laku keburukan adalah suatu keniscayaan. (*)


*********************


Sumber pustaka : dari berbagai sumber

https://sarabapost.com/616-2/

https://edwanansari.blogspot.com/2021/01/kubah-maqam-tumenggung-jaya-pati.html?m=1

Minggu, 13 Maret 2022

 KENAPA PARA RELAWAN KHADIMUL UMMAT SUKA MENATA SANDAL, HABAIB, ULAMA DAN SAMPAI JAMAAHNYA BAHKAN



Ngambil berkah dengan menata sandal dll..


التبرُّكُ بالنَّعلين من الوليِّ أفضلُ منه بغيرهما لأنهما يَحمِلانِ الجُثَّةَ كلَّها . ( الفوائد المختارة : ٥٧٠ )


Mengambil berkah melalui sandal seorang Wali Allah lebih utama dari pada dengan selainnya. Karena sandal di gunakan untuk membawa jasad seutuhnya..


Satu hal unik yang sudah menjadi ciri khas Relawan Khadimul Ummat adalah mereka suka berebutan menata sandal Habaib Kiyainya bahkan para jamaah, Menata sandal Habaib dan Kiyai adalah bentuk kepatuhan yang tulus dan keta'zhiman kepada sosok guru atau Kiyai dan diyakini didalamnya ada keberkahan.. Kami menyebutnya sebagai upaya ngambil berkah...💞


Kegiatan menata sandal ini terlihat sepele, namun ternyata ada dasar kisah tersebut waktu mondok di pesantren cerita dari ustadz..


Di zaman Rasulullah Saw ada seorang bocah berumur belasan tahun bernama Salman.. Ia selalu datang lebih dulu ke Masjid sebelum Rasulullah SAW datang.. Setelah Rasulullah SAW masuk Masjid, Salman kemudian bergegas merapikan dan membalik posisi sandal Rasulullah saw.. Hal itu dilakukan setiap hari sehingga membuat Rasulullah SAW penasaran untuk mengetahui siapa yang melakukan itu..


Suatu kali saat masuk Masjid, Rasulullah SAW sengaja bersembunyi untuk melihat siapa orang yang merapikan dan mengubah letak sandalnya. Saat itulah dilihat beliau bahwa Salman yang melakukannya..


Lantas Rasulullah SAW kemudian mendo'akan Salman agar menjadi orang yang 'Alim dalam ilmu Fiqih..


Setelah dewasa dikalangan ulama Salman dikenal kemudian sebagai ahli Fiqh sesuai dengan yang di do'akan oleh Rasulullah SAW terhadapnya...🌹


lalu kenapa sendal jamaah juga di tata, karena jamaah itu orang-orang dengan niat ibadah, berkumpul di tempat yang baik, bersama orang-orang baik, disaat itulah ada jamaah yang merasa terbantu parkirnya, sendalnya dan keamanaan dan kenyamanan majelis karena ada relawan yang melayani, maka di antara mereka ada yang mendo'akan para relawan, sungguh do'a-do'a dari orang tidak kita kenal dan tersembunyi itulah kadang keberkhan menyertai para relawan yang berkhidmah


Kasarangan, 13 Maret 2022

Sabtu, 12 Maret 2022

KH. Dahlan bin Usman

  👳 KH. Dahlan bin Usman, lahir di Desa Sungai Luang Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada tahun 1912. Beliau adalah pendidik pada pesantren Rasyidiyah Khalidiyah.



Pada masa remaja gemar mengaji ilmu dengan beberapa ulama sampai ke wilayah Nagara. Dari Babirik menuju Nagara, bersama dengan teman-teman menempuhnya dengan menggunakan sampan atau jukung. Guru-guru beliau di Nagara antara lain KH. Samad (Abdussamad) Jagau Nagara dan KH. Abdurrahman.


Adapun teman-teman beliau yang juga turut mengaji ke Nagara, diantaranya adalah Syekh KH. Kaderi (orang tua KH. Haderawi HK) Sungai Luang, Syekh Abdul Muthalib, Syekh Muhammad Rasyid, H. Amir Husin semuanya berasal dari Desa Sungai Luang. Juga KH. Ahmad Dahlan (orang tua KH. Ridwan) Lok Bangkai, KH. Ja’far dari Anjir dan KH. Ahmad Mughni bin Ismail dari Nagara (orang tua Guru Bakhit).


Setelah mengaji ilmu di Nagara, beliau mendalami lagi permasalahan agama di pusat perkembangan agama Islam, yaitu di Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawarrah selama kurang lebih 10 tahun. Disini beliau berguru langsung dengan salah seorang murid dari syekh Sayyid Muhammad bin Abdul Karim as-Saman al-Madani.


Setelah pulang dari Mekkah, beliau berkhidmat mengajar di Pondok Pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” Amuntai. Di Ponpes tersebut beliau didaulat sebagai pembina Ponpes Rakha Amuntai. Disamping aktif mengajar di pesantren, beliau juga aktif mengadakan pengajian di kampung-kampung, dan juga di Mesjid Raya Amuntai. Pengajian beliau juga dihadiri ulama-ulama besar lainnya, seperti KH. Ahmad Mansyur dan KH. Muhammad Imran (Bung Tomo).


Murid-murid beliau banyak yang juga menjadi ulama besar, diantaranya KH. Syafriansyah, BA,  DR. KH. Saberan Affandi, KH. Husin Naparin, KH. Muhammad Ilyas, KH. Abdul Hamid Palimbangan, KH. Abdul Wahab Kota Raden, KH. Abdul Wahab Sungai Turak, KH. Muhammad Yusuf (orang tua Muallim Humaidi Lc), KH. Khairan Usman Palampitan, dan lain-lain.


Tuan Guru yang mempunyai banyak karamah ini telah berpulang pada hari Selasa, 5 sya’ban 1398 H (bertepatan dengan 10 Juli 1978 M). Dimakamkan di Desa Murung Karangan, Amuntai Utara.

والله أعلمُ بالـصـواب


رَبِ فَانْفَعْنَــــــــا بِـبَرْكَتِهِـــــــمْ - وَاهْــــدِناَ الْحُسْنٰــى بِحُرْمَتِهِـــــــــمْ

وَاَمِـتْنَـــا فِي طَــــرِيْقَــــــــتِهِـــمْ - وَمُعَـــــــــــافَاةٍ مِـنَ الْـفِـــــــــــتَنِ


Semoga kita di kumpulkan dgn beliau-beliau Rodhiallahu Anhum Ajmain berkat kedudukan mereka yg ditulis di atas para penduduk surga di sisi ALLAH SWT.


اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ

     ~~~~~~~~~~~~••••~~~~~~~~~~~~

الفقير ستيادى نور حيات

Ampun maaf & ridhonya ulun atas segala kekurangan ataupun kesalahan al faqir dalam berkata/ berbuat. 🙏

Manaqib Singkat KH.AHMAD RIDUAN, GURU LOK BANGKAI

 KH.AHMAD RIDUAN 

ULAMA AMUNTAI (GURU LOK BANGKAI)



📒Guru Lok Bangkai adalah gelar populer dari Tuan Guru H.Ahmad Riduan. Beliau lahir Lok Bangkai, Amuntai tanggal 14 Ramadhan 1365 H dari pasangan Tuan Guru H.Ahmad Dahlan bin As'ad dengan Hj. Muntiara binti H. As'ad. Beliau masih keturunan dari garis silsilah ibu beliau yakni Tuan Guru H. Ahmad Riduan binti Hj. Muntiara binti H. As'ad binti Zainab binti Tuan Guru H.Muhammad Tayyib (alias Datu Taniran) bin Mufti As'ad binti Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (yang terkenal sebagai Datu Kalampayan).

Al-Alimul Fadhil KH Ahmad Riduan (Abah Guru Lok Bangkai) dilahirkan di sebuah kampung bernama Lok Bangkai yang terletak di Kecamatan Banjang Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan.


Beliau lahir pada hari Senin tanggal 12 Agustus 1946 M bertepatan dengan 14 Ramadhan 1365 H, dari pasangan suami isteri bernama KH Ahmad Dahlan bin H As'ad dan Hj Mutiara binti  H As'ad binti Zainab binti H Muhammad Thaib (Datu Taniran) bin H As'ad bin Syarifah bin Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan).

Sehabis Sekolah Rakyat (SR) beliau meneruskan pelajaran ke Pondok Pesantren Rasyidiah Khalidyah Rakha, Amuntai. Setelah dirasa cukup di sana, beliau melanjutkan pelajaran ke Pondok Pesantren Darussalam Martapura sampai selesai. Adapun di antara guru guru beliau di Martapura adalah Tuan Guru H. Anang Sya'rani Arif Kampung Melayu,

Tuan Guru H. Salim Ma'ruf, Tuan Guru H.Husien Qadri Kampung Tunggul Irang, Tuan Guru H.Abdul Qadir Hasan Kampung Pasayangan, Tuan Guru H.Seman Mulya, Kampung Kraton dan lain-lain.


Ada pun guru khusus beliau adalah Tuan

Guru H.Muhammad Zaini bin H.Abdul Ghani (alias Abah Guru Sekumpul) yang di samping mengajarkan ilmu dan mendidik beliau, tapi juga memberikan ijazah amalan-amalan dan Tarikat yang sanad sanadnya bersambung sampai kepada Baginda Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam. Terkait cerita pertemuan beliau dengan Abah Guru Sekumpul hingga  menyebabkan beliau berhubungan sangat rapat dan akrab dengan guru beliau ini adalah pada suatu waktu itu konon Abah Guru Sekumpul bermimpi seorang laki-laki yang menyerahkan anaknya dan minta kepada beliau untuk mendidiknya dengan baik. Diketahui kemudian hari bahwa bahwa orang yang berpesan dalam mimpi itu adalah Tuan Guru H. Ahmad Dahlan ayah dari Tuan Guru H. Riduan termasuk salah satu ulama besar juga di Amuntai. 


Diketahuinya mimpi kala itu persis saat beliau sudah bersekolah ke Darussalam dan beliau bertemu dengan Abah Guru Sekumpul, lalu  Abah Guru Sekumpul minta perlihatkan potret gambar ayah beliau untuk lebih meyakinkan mimpi itu. Ketika beliau memperlihatkan potret ayah beliau pada Abah Guru Sekumpul. Ujar beliau "Inggih guru ai ni gambar Abah Ulun, Ulun ambilkan di rumah samalam". Abah Guru Sekumpul lantas mengamati, kemudian Sidin  "Nah iya ai, ini urangnya nang meminta diaku dalam mimpi untuk mendidik anaknya", tegas Sidin. Sejak saat itu, beliau semakin sungguh-sungguh berguru pada Abah Guru Sekumpul dengan menyerap seluruh ilmu, amaliyah, ibadah dan budi pekerti Sidin.


Kemudian di antara sahabat dekat beliau salah satunya adalah Tuan Guru H.Syukri Unus, yang bersama-sama beliau ikut memperjuangkan pembangunan Asrama Ibnu Rasyid di

Martapura. Setelah sekitar waktu kurang lebih 12 tahun belajar ilmu dengan segala turunan dan seluk-beluknya, pernah dalam suatu kesempatan, Abah guru Sekumpul memanggil  untuk menghadap beliau, dan ternyata Sidin memberi izin kepada beliau untuk mulai membuka Majlis di Amuntai. Rupanya, sebelum mendapat izin Abah Guru Sekumpul tak mau beliau membuka Majlis, padahal saat itu ilmu beliau sudah sangat memadai. Selama beberapa waktu itu, ketika masih belum mengajar, beliau sibuk melakukan aktifitas sebagai seorang pedagang, sambil tetap menuntut dan menela'ah ilmu, karena belum

ada izin dari Abah Guru Sekumpul untuk mengajarkan ilmu, beliau ujar Urang Banjar "kada mau baungkai badahulu sabalum mandapat rastu dari paguruan". 


Selain itu diantara sebagian kemulian adab beliau terhadap Abah Guru Sekumpul sebagaimana pernah dikatakan oleh Mu'alim Daud Amuntai, sampai akhir hayat beliau senantiasa menjaga adab dengan baik, misal jika sedang berpergian ke Banjarmasin, beliau bisa dipastikan selalu singgah ke rumah Abah Guru Sekumpul di Martapura untuk silaturahmi dan minta didoakan oleh Sidin (wan paguruan). Pada sela-sela waktu pertemuan itulah akhirnya Abah Guru Sekumpul memerintahkan sekaligus memberi izin kepada beliau

untuk membuka Majlis Ta'lim dan Majlis Maulid Al Habsyi di Amuntai. Bisa dikatakan beliaulah yang pertama kali memperkenalkan Maulid Al Habsyi untuk wilayah Kota

Amuntai Kab.Hulu Sungai Utara  yang dimulai pada tahun 1986. Hari demi hari sampai seterusnya, Majlis ini semakin berkembang hingga di hadiri lebih dari ribuan orang dari berbagai pelosok Kota Amuntai dan sekitarnya bahkan sampai beliau wafat, dan hingga

sekarang masih berjalan, di teruskan

oleh putra beliau, Al Ustadz Guru H.Ahmad Junaidi (Guru Anum).


Tuan Guru H. Ahmad Riduan (Guru Lok Bangkai) ini, wafat pada Malam Selasa, 12 Sya'ban 1419.H Jam 01.30 WITA, di Rumah Sakit Sari Mulya Banjarmasin, dan Jenazah beliau disinggahkan ke Martapura untuk dimandikan dan di kafani serta dishalatkan, yang langsung dipimpin selaku Imam oleh Abah Guru Sekumpul. Setelah itu, jenazah beliau di berangkatkan menuju Kota Amuntai Kabapaten Hulu Sungai Utara, diiringi langit mendung menggantung dan tak lama kemudian turun  hujan, seakan-akan turut bersedih, ikut berduka atas kepergian beliau, seorang yang mulia, Tuan Guru H  Ahmad Riduan. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW: IDZA MATA AL 'ALIM FABAKATIS SAMAWAT, artinya apabila meninggal dunia orang yang alim niscaya menangislah langit. Allah Yarham.

Wallahua'lam...

 Sumber dari buku Manakib beliau " 


Al faqir edwan ansari Ziarah ke maqam beliau


Foto tahun 96 .tuan guru Lok bangkai amt hsu, Tengah habib Muhsin baraqwan alhasani .habib Faisal bin Alwi baabud
Foto d majelis lokbangkai








Foto Langka Disaat Alm. Abah Guru Sekumpul Menjadi Imam Pada Sholat Fardhu Kifayah Alm. Abah Guru Lok Bangkai




Sedikit manaqiab ayah beliau

👳 KH. Ahmad Dahlan bin As’ad adalah orang tua dari KH. Ahmad Riduan Lok Bangkai. Aktivitas beliau adalah menjadi tenaga pengajar di Madrasatur Rasyidiyah (Arabisch School) yang didirikan oleh Syekh Abdurrasyid, dengan mengajarkan ilmu fiqih (hukum-hukum Islam).



Teman-teman beliau yang mengajar di cikal bakal perguruan Rakha tersebut diantaranya adalah  KH. Abdul wahab Sya’rani (Palimbangan), dua bersaudara KH. Juhri Sulaiman  dan KH. Asy’ari Sulaiman  (TanggaUlin), KH. Asnawi Hasan (Palampitan), dan lain-lain.

Beliau inilah yang hadir berkali-kali dalam mimpi KH. Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul), yang meminta agar guru Sekumpul bersedia membimbing putra beliau yaitu Ahmad Riduan yang waktu itu menuntut ilmu di Darussalam Martapura.

Beliau berpulang ke rahmatullah pada bulan Juli 1978 M (Sya'ban 1398 H). Makam beliau berada di dalam satu kubah anak beliau sendiri KH. Ahmad Riduan.


WALLAHUA'LAM..

Di Ambil dari berbagai sumber

Di post ulang/ditulis kembali oleh Muhammad Edwan Ansari

manaqib KH Ahmad Riduan (Guru LokBangkai)

Senin, 07 Maret 2022

Mengenal Khadimul Ummat

Dengan adanya mungkin saja pertanyaan beberapa orang, sering melihat di majelis-majelis ta'lim para  anggotanya Khidmah beritanya di media sosial  atau weblog dan mungkin akan muncul pertanyaan apa itu Khadimul Ummat

Maka akan kami berikan sedikit gambaran singkat tentangnya: Khadimul Ummat adalah organisasi kerelawanan yang menisbatkan diri untuk melayani ummat dalam dibidang Dakwah, Sosial, kemanusiaan bserta Pendidikan bukan partai politik atau underbow partai politik manapun, Ia bersifat independen

VISI Khadimul Ummat adalah terwujudnya kehidupan Islam yang Rahmatan Lil’Alamin serta penuh rasa persaudaraan, kepedulian sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI

MISI Khadimul Ummat adalah menisbatkan diri untuk melayani ummat dalam dibidang Dakwah, Sosial Kemanusiaan serta Pendidikan

Organisasi Khadimul Ummat Memiliki 5 (Lima) Paradigma Juang yaitu:

1. Pendidikan Agama
2. Da’wah
3. Melayani Ummat
4. Kemanusiaan dan Siaga Bencana
5.Pengembangan Media yang Jujur dan Amanah

Selengkapnya silahkan buka link dibawah ini

https://khadimulummat.blogspot.com

https://khadimulummat.blogspot.com/2021/12/khadimul-ummat_22.html


Minggu, 06 Maret 2022

isbal bagi perempuan hukumnya boleh

 sudah menjadi ijma' ulama' bahwa isbal bagi perempuan hukumnya boleh


- kitab syarah nawawi ala muslim ( 14 / 62 ) :


 


وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الْإِسْبَالِ لِلنِّسَاءِ ، وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِذْنُ لَهُنَّ فِي إِرْخَاءِ ذُيُولِهِنَّ ذِرَاعًا . وَاللَّهُ أَعْلَمُ


 


Keterangan senada, sudah menjadi ijma' ulama' bahwa larangan isbal utk laki-laki bukan perempuan


- kitab torhut tastrib ( 8 / 173 ) :


 


وقد قال القاضي عياض أجمع العلماء على أن هذا ممنوع في الرجال دون النساء ،وقال النووي : أجمع العلماء على جواز الإسبال للنساء


 


Bagi seorang lelaki ada dua keadaan :


1. keadaan yang dianjurkan yaitu mencukupkan pakaian sampai pertengahan betis .


2. keadaan yang diperbolehkan yaitu pakaian sampai kedua mata kaki.


 


Begitu juga dengan perempuan mempunyai dua keadaan :


1. keadaan yang dianjurkan yaitu menambah satu jengkal dari keadaan yang diperbolehkan bagi laki-laki .


2. keadaan yang diperbolehkan yaitu menambah satu hasta dari keadaan yang diperbolehkan bagi laki-laki.


 


Jadi anjuran bagi perempuan adalah menambah panjang pakaiannya satu jengkal mulai dari kedua mata kaki,dan boleh ditambah sampai satu hasta. Wallohu a'lam.


- kitab tuhfatul ahwadzi :


 


( وفي الحديث رخصة للنساء في جر الإزار لأنه يكون أستر لهن ) قال الحافظ : إن للرجال حالين : حال استحباب وهو أن يقتصر بالإزار على نصف الساق وحال جواز وهو إلى الكعبين ، وكذلك للنساء حالان : حال استحباب وهو ما يزيد على ما هو جائز للرجال بقدر الشبر ، وحال جواز بقدر ذراع

MANAQIB GURU KAPUH KANDANGAN, KH RIDWAN BASERI

 MANAQIB GURU KAPUH KANDANGAN Jelang haul pertama 30 juli 2022 Guru Kapuh merupakan sebutan populer dari Tuan Guru H. Ridwan binti Jauhariya...